"hhhooaahhmm,,", aku menguap sehabis bangun tidur. Mataku masih
kerenyep-kerenyep sehabis bangun tidur, lalu aku meraih jam dan melihat
jam berapa sekarang.
"ya ampun, udah jam segini, mampus gue", aku kaget setengah mati melihat
jam yang sudah menunjukkan pukul 10 pagi, padahal waktu pengambilan
rapor adikku jam 10.15, makanya aku langsung loncat dari ranjang dan
berlari menuju kamar mandi sambil membuka kaosku. Aku mandi cepat-cepat
dan membersihkan tubuhku sintalku agar menjadi segar dan wangi. Aku
keluar dari kamar mandi dan langsung mengeringkan badanku dengan handuk.
Setelah kering, aku langsung memakai baju yang tersisa di lemariku
yaitu kaos putih dan celana jeans. Saking terburu-buru, aku lupa memakai
cd dan bh sehingga puting dan bentuk payudaraku yang bulat tercetak
jelas di kaosku. Aku langsung mengunci pintu rumah, lalu menuju garasi
untuk mengeluarkan mobil. Setelah mobilku keluar dari garasi dan sudah
berada di depan gerbang rumah, aku keluar kembali untuk mengunci gerbang
rumah, kemudian aku langsung masuk ke dalam mobil lagi dan menginjak
pedal gas dalam-dalam alias ngebut.
Aku yakin bahkan Ananda Nicola pun kalah dengan caraku menyetir, belok
sana belok sini untuk menghindari kendaraan lain. Aku memang gila kalau
sedang menyetir dengan terburu-buru karena aku diajari oleh mantan
pacarku yang kelima. Akhirnya, sampai juga di sekolah adikku yang juga
dulu merupakan sekolahku. Aku langsung keluar dari mobil sambil membawa
tas tanganku, lalu aku berlari kecil masuk ke dalam sekolah.
"fiuuhh,,", aku lega karena sampai pada waktunya. Aku langsung menuju ke
kelas adikku sambil bernostalgia ketika aku masih SMP dulu, dimana aku
masih lugu, tomboy, dan badanku masih dalam tahap berkembang. Sambil
mengenang masa lalu, tak terasa sudah berada di depan pintu kelas
adikku.
"tok,,tok,,tok", aku mengetuk pintu lalu membuka pintu dengan perlahan.
"yak, silakan masuk", sapa bapak yang duduk di meja guru. Spontan, aku
langsung jadi pusat perhatian karena ternyata orangtua murid lainnya
sudah duduk di bangku yang ada label nama anak mereka masing-masing.
"maaf, saya telat".
"oh, gak apa-apa, ini juga baru dimulai, mari, silakan duduk Bu".
"terima kasih".
"ah, enak aja, gue dipanggil ibu, emangnya gue kayak ibu-ibu apa",
gumamku dalam hati. Aku langsung ditunjukkan dimana Rini duduk oleh
bapak itu. Ternyata, Rini duduk di barisan depan, tepat di dekat pintu
masuk. Aku langsung menuju tempat duduk Rini, disana sudah ada seorang
kakek-kakek, ya kira-kira berumur 53 tahunan.
"permisi, pak".
"o, ya, silakan". Kakek itu berdiri agar aku bisa masuk ke dalam, lalu aku duduk begitu juga kakek itu.
"ya, pembagian rapor akan dimulai, orangtua dari Adam Jaya", lalu
orangtua dari Adam Jaya maju ke meja guru, sementara orang tua yang lain
bebas melakukan apa saja. Daripada bosan menunggu, aku mengajak ngobrol
kakek yang ada disampingku.
"maaf pak,, nama anak bapak siapa ya?".
"nama anak saya Dani, nama anak Anda siapa?", tanyanya balik.
"Rini, tapi bukan anak saya".
"jadi?".
"Rini itu adik saya pak".
"sudah saya duga".
"emang kenapa pak?".
"soalnya Anda masih muda jadi gak mungkin kalau Anda seorang ibu".
"ah, bapak bisa aja".
"Dani Adiswara". Lalu kakek itu maju ke depan, sementara aku jadi
sendirian lagi, aku memutuskan untuk mengutak-atik hpku, ternyata ada
sms dari Rini, katanya dia sedang ada di depan sekolah bersama
teman-temannya. Tak lama kemudian, kakek yang tadi duduk disebelahku
selesai menerima rapor anaknya, dan dia pun keluar dari kelas sambil
pamit padaku. Lama juga menunggu nama Rini karena Rini absen terakhir di
kelasnya. Menit demi menit kulalui dengan kebosanan hingga akhirnya
nama Rini dipanggil. Aku langsung berdiri sambil merapikan bajuku yang
sangat ketat. Aku duduk di hadapan orang itu, setelah kuperhatikan
dengan seksama ternyata wali kelas Rini adalah mantan wali kelasku
ketika aku masih kelas 2 SMP dulu.
"pak Herman !", kataku sambil terkejut.
"maaf, apa Anda mengenal saya?", tanyanya heran.
"ya ampun, masa bapak lupa sih, ini Bunga, Pak".
"Bunga? eemmm,,".
"iya, Bunga yang dulu tomboi".
"ooh,, Bunga si bintang basket".
"iya pak, akhirnya bapak inget juga".
"maaf loh,, Bapak sampai pangling,, abis kamu berubah banget sih".
"iya dong pak,, masa Bunga jadi tomboy terus".
"sekarang kamu jadi makin cantik", komentarnya melihat aku dari ujung
rambut hingga ujung kakiku terutama payudaraku. Ketika aku masih SMP
dulu, aku menjadi 'objek' pak Herman, waktu itu dia suka mencubit
pipiku, mengelus-elus rambutku dan kadang-kadang menepuk pantatku, tapi
dia tidak melakukan pelecehan terhadapku di sekolah melainkan di
rumahnya ketika waktu itu aku sering berkunjung ke rumahnya.
"oh jadi Rini itu adik kamu, pantas cantik".
"ye si bapak bisa aja, mana rapor Rini, Pak".
"oh ya, Bapak hampir lupa, ini", kata pak Herman sambil menyerahkan
rapor Rini. Aku langsung membuka rapor Rini karena penasaran, selama aku
melihat rapor, aku sempat menangkap pak Herman sedang menatap
payudaraku yang tercetak jelas di kaosku begitu juga putingku.
"buset, nih pak guru gak berubah, tetep aje mata keranjang", komentarku dalam hati.
"nngg,, Bunga, bapak boleh tau nomer hp kamu?".
"ya bolehlah, masa gak boleh". Aku meminta hp pak Herman dan memasukkan nomerku.
"nih pak, yaudah kalo gitu, Bunga pulang dulu ya".
"kapan-kapan bapak telpon kamu ya".
"sip pak". Aku meninggalkan pak Herman sambil memperlihatkan pantatku
yang bergoyang ke kanan dan kiri kepada pak Herman. Aku keluar dari
kelas dan menuju keluar sekolah. Di depan gerbang sekolah, Rini sudah
menanti dengan teman-temannya ada yang cewek dan ada beberapa juga yang
cowok.
"gimana kak, rapor Rini,,??".
"kamu gak naik kelas,,".
"apa kak?!".
"hehe,,nggak cuma be'canda kok, rapor kamu bagus banget malah", kataku
sambil menyerahkan rapor ke Rini. Rini langsung membuka dan melihat
rapornya, teman-teman Rini yang cewek memperhatikan rapor Rini yang
dihiasi dengan nilai 8 ke atas. Sementara 3 temannya yang cowok hanya
berpura-pura melihat rapor Rini karena sebetulnya mereka mencuri-curi
pandang ke arahku, entah ke putingku yang tercetak di kaosku atau
wajahku.
Setelah Rini puas melihat rapornya, Rini memperkenalkan diriku ke teman-temannya.
"o ya gua lupa,, kenalin kakak gue".
"Anton".
"Dani".
"Randi". Lalu yang cewek memperkenalkan diri mereka juga.
"Ani".
"Lisa".
"wah,, bagus-bagus ya namanya,, kenalin nama kakak Bunga,".
"gimana,, kakak gue cantik banget kan??", tanya Rini kepada teman-temannya.
"iya Rin,, kakak lo cantik banget,, pantes aja lo cantik juga", komentar Ani.
"ah,, bisa aja,, yaudah Rin,, mau pulang gak??".
"mau,, temen-temen, gue pulang dulu ya". Aku dan Rini langsung menuju ke
tempat parkir dan masuk ke dalam mobil, kemudian langsung pergi menjauh
dari sekolah. Sampai di rumah ternyata orangtuaku sudah pulang dan
menyambut kami dengan makanan yang sudah tertata rapi di meja makan.
Kami sekeluarga langsung makan makanan yang sudah tersedia sambil
membicarakan rapor Rini yang bagus.
"ayo pah,, mana duitnya?".
"ini,, papah kasih 500 ribu".
"wah,, asik,, tambahin lagi dong pah,,tanggung pah".
"akh, kamu, udah papah tambahin, yaudah lah,,, nih papah tambahin jadi 1 juta".
"wah,, papahku emang paling baik sedunia", kataku manja.
"oh ya Rini,, karena nilai kamu bagus, kita akan liburan ke luar negeri".
"yeey,, asiik".
"Bunga gak ikut ya pah,, males".
"yaudah, kamu jaga rumah aja". Setelah makan, aku pergi ke kamarku untuk
melepas lelah. Aku terbangun ketika seseorang menggoyang tubuhku. Aku
membuka mataku yang masih berat karena nyawaku belum terkumpul semua.
"kak Bunga,, bangun,,bangun,,".
"ada apa sih?", tanyaku dengan agak kesal.
"dipanggil ama papah tuh".
"iya, ntar dulu,, Rini turun duluan aja,, kakak mau cuci muka dulu".
"yaudah, Rini turun duluan". Rini keluar dari kamarku dan turun ke
bawah, sementara aku masih berusaha untuk membuka mataku lebar-lebar.
Setelah mataku sudah terbuka lebar, aku pergi ke kamar mandi untuk
menyegarkanku. Aku turun dan menuju ruang keluarga dimana kedua orang
tuaku sudah menunggu dengan koper-koper.
"loh, papah, mamah, Rini berangkat sekarang?".
"iya,,kamu jaga rumah ya..".
"ati-ati di jalan,, jangan lupa oleh-olehnya ya". Lalu mereka pergi ke
bandara menggunakan taksi meninggalkan aku sendirian di rumah yang agak
besar ini. Kulihat jam baru menunjukkan pukul 1 siang, aku berencana
untuk pergi ke rumah temanku, tapi tiba-tiba handphoneku berbunyi.
"halo, siapa ya?".
"halo, ini pak Herman".
"ooh pak Herman, ada apa pak?".
"Bunga, kamu mau gak bapak ajak jalan-jalan?".
"jalan kemana pak?".
"ke mall,,".
"yaudah,,boleh,, tapi pake mobil Bunga ya pak".
"yaudah, bapak ke rumah kamu ya, rumah kamu masih yang dulu kan?".
"iya pak, jangan lama-lama ya pak".
"ok". Lalu aku menutup telepon, dan pergi ke kamar untuk mandi dan ganti
baju. Setelah selesai mandi, aku memilih-milih baju yang akan aku
pakai.
"aduh, lupa gue,, baju gue kan seksi-seksi semua,,", teriakku.
"ah, udahlah,, biarin aje tuh pak Herman ngeliat body gue..", sambungku
berbicara sendiri. Aku memakai kaos yang tak berlengan dan agar tidak
terlalu seksi, aku memakai cardigan untuk menutupi bagian atasku.
Dan untuk bagian bawah, aku memakai celana jeans panjang, lalu aku memakai parfum dan make-up. Hpku berbunyi lagi.
"halo Bunga", aku melihat nomer yang menelponku nomer pak Herman lagi.
"ada apa lagi pak?".
"anu, kayaknya bapak tidak jadi".
"kenapa pak?".
"tiba-tiba bapak ada rapat penting".
"oohh begitu,,".
"maaf ya Bunga".
"akh, gak apa-apa pak". Setelah aku menutup telpon, aku bingung mau
kemana, kan sayang make-up yang sudah aku poles di wajahku kalau aku
tidak kemana-mana.
"oh iya,, gue ke desa aja ah,,sekalian refreshing", kataku. Aku
menyiapkan koper dan mengisinya dengan pakaian-pakaianku. Lalu aku
mengunci semua jendela dan pintu rumah, kemudian aku langsung menaruh
koper di bagasi dan memacu mobilku setelah mengunci gerbang. Dalam waktu
2 jam, aku sampai ke desa tujuanku, untungnya jalanan yang menuju
rumahku sudah bagus sehingga mobilku bisa melaju sampai ke rumahku.
Di depan rumahku, ada 1 orang kakek yang sedang membersihkan di sekitar
rumahku. Kakek itu bernama Mang Karyo, umurnya 62 tahun, dia menjaga
rumahku yang ada di desa, tentu sesuai umurnya yang sudah lanjut,
wajahnya sudah terlihat tua, badannya kurus, dan kulitnya hitam karena
sering terbakar matahari. Aku memberhentikan mobilku tepat di depannya
yang sedang mencabuti rumput. Dia berdiri dan memberi salam.
"pagi nyonya..", sapanya. Aku membuka kaca mobilku.
"enak aja,, nyonya,, Bunga kan belum nikah".
"eh, non Bunga toh, Mang Karyo kirain nyonya".
"Mang Karyo, Bunga masuk dulu ya", aku memasukkan mobilku ke dalam
garasi dengan sangat perlahan dan hati-hati. Lalu aku turun dari mobil
dan menuju ke dalam, tiba-tiba sepasang tangan meremas-remas payudaraku,
membuatku kaget.
"aduh,, Mang Karyo,,", kataku manja karena aku tau orang yang ada hanya aku dan Mang Karyo.
"non Bunga makin montok aja".
"montok sih montok tapi jangan diremes-remes gini dong,,emangnya dada Bunga mie remes apa".
"yah si non Bunga kok jadi galak gini sih", katanya protes sambil menjauhkan tangannya dari payudaraku.
"bukannya gitu Mang,, Bunga kan baru nyampe,, ntar aja kalau Bunga udah mandi 'n istirahat".
"oh ya,,maaf ya non,,abis Mang Karyo udah kangen sih ama non Bunga".
"tenang aja Mang,, Bunga bakal nemenin Mang Karyo sampai minggu depan..".
"asikk!!!", teriaknya kegirangan.
"segitu girangnya..".
"ya iyalah,, siapa yang gak girang kalau ditemenin cewek cantik kayak non Bunga".
"aahh,, Mang Karyo bisa aja,, udah Mang, selagi Bunga istirahat, mendingan Mang Karyo terusin cabut rumputnya".
"ok,, tapi abis cabutin rumput,, boleh kan?".
"boleh,,boleh", jawabku sambil tersenyum. Mang Karyo pun langsung keluar
untuk meneruskan aktivitasnya, sementara aku mengambil koperku yang ada
di bagasi mobil dan masuk ke dalam. Aku memang sudah hampir 6 bulan
lebih tidak ke rumahku yang ini karena aku selalu malas tapi kali ini
selagi 2 minggu ke depan kuliahku libur, dan di rumah yang di kota tidak
ada siapa-siapa, jadi aku memutuskan untuk menghirup udara desa yang
masih segar.
Sudah menjadi kebiasaan kalau aku kesini, aku selalu menyerahkan tubuhku
untuk dinikmati Mang Karyo. Aku ingat dia adalah orang yang
memerawaniku ketika aku masih kelas 2 SMA, memang pertama kali dia
memperkosaku, tapi selanjutnya aku tidak menolak untuk menyerahkan
tubuhku kepadanya. Mang Karyo lah yang mengajariku semuanya tentang
seks, mulai dari posisi, foreplay, dan lainnya. Penis Mang Karyo adalah
penis yang pertama kali memasuki semua lubang-lubangku mulai dari
vagina, anus, dan juga mulutku. Sejak saat itu, aku jadi merasa kalau
tubuhku memang diciptakan untuk Mang Karyo karena penis-penis lain yang
pernah mengisi vaginaku tidak bisa dibandingkan kenikmatannya apabila
dibandingkan dengan rasa nikmat ketika penis Mang Karyo mengisi
vaginaku. Setelah beristirahat sejenak, aku mandi agar badanku
benar-benar terasa segar. Karena aku pikir di rumah hanya ada aku dan
Mang Karyo yang sudah sering melihat tubuhku, aku memutuskan untuk tidak
memakai apa-apa setelah keluar dari kamar mandi.
Setelah aku mengeringkan tubuhku dengan handuk, aku menuju ke ruang
keluarga untuk menonton tv. Tak lama kemudian Mang Karyo masuk ke dalam,
dan langsung menuju aku yang sedang menonton tv.
"waduh, non Bunga kok nonton tvnya gak pake baju".
"enak Mang,,lebih adem".
"alah, non Bunga ada-ada aja".
"udah nyabutin rumputnya Mang? Kok cepet banget sih?".
"iya, Mang cepet-cepet nyabutin rumputnya, abis udah gak sabar pengen ngerasain memek non Bunga".
"udah Mang Karyo minum dulu sana, ntar baru deh,,".
"ok non". Lalu dia pergi ke belakang untuk membuat minuman, tak lama
kemudian Mang Karyo kembali lagi sambil memegang minuman. Dia berdiri di
depan televisi.
"non Bunga,, kayaknya kalau diliat-liat,,toket non Bunga jadi tambah gede deh..", komentar Mang Karyo.
"wuih,, iya dong!!".
"jangan-jangan non Bunga disuntik...emm..apa tuh namanya?".
"suntik silikon??".
"nah iya,, itu maksud Mang".
"yee,,enak aja,,ini asli kok,, pegang aja kalo gak percaya", kataku menggodanya.
"Mang Karyo, langsung aja yuk,, udah gak tahan nih".
"wah, non Bunga udah kangen ya ama kontol Mang Karyo".
"iya nih, makanya cepetan dong". Mang Karyo langsung melebarkan kedua
pahaku, lalu secara perlahan dia memasukkan penisnya itu ke dalam
vaginaku, penisnya yang berurat bergesekan dengan dinding vaginaku
ketika senti demi senti penis Mang Karyo memasuki liang vaginaku.
"mmhhh,,", desahku. Akhirnya, penis Mang Karyo sudah berada di dalam
vaginaku. Dari dulu aku sudah menduga kalau vaginaku memang diciptakan
untuk menerima penis Mang Karyo karena vaginaku terasa penuh tapi sama
sekali tidak terasa perih. Mang Karyo mulai menggerakkan pinggulnya,
sementara aku melingkarkan kakiku di pinggangnya. Mang Karyo sengaja
menggenjotku dengan perlahan, dia membiarkanku terbiasa menerima
penisnya di dalam vaginaku yang sudah 6 bulan tidak dimasuki penis Mang
Karyo yang 'wow' itu.
"aahh,,uummhh,,oohh", erangku menerima penis Mang Karyo yang keluar
masuk vaginaku dengan sangat perlahan seolah Mang Karyo ingin
benar-benar merasakan betapa hangat dan sempitnya liang vaginaku. Tentu
saja selama memompa penisnya, Mang Karyo melumat habis bibir dan kedua
buah payudaraku sehingga bibir dan payudaraku berlumuran air liurnya.
Sekarang yang terdengar hanyalah desahan-desahan yang keluar dari
mulutku. Orgasmeku yang ketiga sudah di ambang batas ketika setelah 5
menit Mang Karyo menyarangkan penisnya di dalam vaginaku, dan akhirnya
aku mendapatkan orgasmeku yang ketiga, tentu saja cairanku tertahan oleh
penis Mang Karyo yang mengisi liang vaginaku. Mang Karyo diam sejenak,
sambil terus melumat bibirku.
"non Bunga, ganti posisi yuk". Aku hanya mengangguk lemah karena
tenagaku belum terkumpul setelah orgasmeku yang ketiga tadi, dia
mencabut penisnya dari vaginaku dan menyodorkan ke mulutku, aku langsung
menjilati batang Mang Karyo yang berkilauan karena berlumuran cairanku
sendiri.
Setelah cairanku yang ada di penis habis kujilati sendiri, Mang Karyo
langsung tiduran, dan aku menaiki penisnya kemudian aku mulai menurunkan
tubuhku sambil membimbing penisnya masuk ke dalam vaginaku. Aku mulai
menggerakkan tubuhku naik dan turun, Mang Karyo mendorong tubuhnya ke
atas sehingga penisnya sangat terasa masuk ke dalam vaginaku membuat
sensasi yang kurasakan menjadi lebih nikmat. Aku memajukan tubuhku agar
aku bisa memberikan payudaraku untuk bisa dilumat oleh Mang Karyo. Aku
mendapat orgasmeku yang keempat dalam posisi, entah karena aku yang
memang gampang mencapai klimaks atau karena penis Mang Karyo yang luar
biasa sehingga dalam waktu singkat aku mencapai orgasmeku yang oh my
god, udah keempat kali. Aku dan Mang Karyo berhenti bergerak karena
nafas kami tersengal-sengal dan tubuh kami sudah basah oleh keringat
kami masing-masing. Aku menciumnya, lalu aku bangun dan mengambil posisi
menungging.
"hhh,,ayo Mang lanjut,,pakee posisi favorit Mang Karyo..".
"asik,, gaya anjing kawin,, non Bunga tau aja deh,,".
"iya duuong,,udah Mang,,ayo cepetan".
Mang Karyo langsung menancapkan penisnya ke vaginaku dengan kencang
hingga terasa mentok di dalam vaginaku. Lalu aku bertumpu pada kedua
tanganku, dan Mang Karyo mulai menggenjot vaginaku tanpa ampun karena
dia memompa vaginaku dengan cepat dan menekannya kuat-kuat ke dalam
vaginaku. Anehnya, aku sangat menikmati permainan cepat Mang Karyo
bahkan aku sampai berteriak.
"teeruuss Mang,, entotin Bunggaa,, jangan berhentii...hamilin
Bunga,,oohhh". Seperti mendapat semangat dariku, Mang Karyo menambah
kecepatan genjotannya menjadi 2 kali lipat, bahkan dia memompa vaginaku
dengan cara menekan penisnya kuat-kuat ke dalam vaginaku dan menariknya
hingga keluar dari vaginaku dengan sangat perlahan, cara ini terus ia
lakukan hingga 10 menit ke depan.
"aawwhh,,", erangku kencang setiap kali Mang Karyo menghujamkan penisnya
ke vaginaku dengan kuat. Kemudian Mang Karyo mengganti teknik
menguleknya.
Kali ini Mang Karyo tetap mendorong penisnya dan mengeluarkan seperti
sebelumnya, tapi setelah Mang Karyo mencabut penisnya keluar dari
vaginaku, dia langsung menghujamkan batangnya ke dalam lubang anusku.
Secara spontan, aku berteriak kaget karena tiba-tiba benda tumpul milik
Mang Karyo menyeruak masuk ke dalam anusku tanpa permisi. Aku hampir
mencapai orgasmeku yang kelima, tapi aku berusaha mati-matian menahannya
agar aku bisa mencapai klimaks bersama-sama dengan Mang Karyo. 5 menit
kemudian, Mang Karyo lebih memfokuskan untuk menghujamkan penisnya ke
dalam vaginaku dan mempercepat irama genjotannya yang menandakan
sebentar lagi kalau dia akan orgasme dalam posisi yang pertama yaitu aku
di bawah dan Mang Karyo di atas.
"akkhh,,keluaarr non,,oohh", erangnya ketika Mang Karyo orgasme dan
memuntahkan lahar putihnya ke dalam vaginaku, bersamaan dengan itu aku
melepas orgasmeku yang kutahan-tahan dari tadi sehingga di dalam
vaginaku bercampur antara cairanku dengan sperma Mang Karyo.
Mang Karyo menciumi dan menjilati wajahku, sementara aku memeluknya
dengan erat, sambil menunggu Mang Karyo selesai menyemburkan spermanya.
Lebih dari 5 kali, Mang Karyo menyemburkan spermanya ke dalam vaginaku.
Setelah kami sudah bisa mengatur nafas kami masing-masing dan penis Mang
Karyo sudah kembali ke ukuran semula, Mang Karyo mencabut penisnya dan
langsung menyodorkan penisnya untuk kubersihkan, tanpa disuruh lagi, aku
langsung membersihkan penis Mang Karyo sebersih mungkin hingga akhirnya
kinclong kembali. Lalu, Mang Karyo tidur di sebelahku dan menghadap ke
arahku, dan akupun menghadap ke arahnya.
"non Bunga emang mantep banget maennya,,".
"Mang Karyo juga,, gak berubah,, selalu bikin Bunga puas banget".
"iya dong,,Mang Karyo!!", dia berkata dengan sombongnya.
"oh ya Mang, kayaknya peju Mang Karyo banyak banget deh..".
"iya, kan udah 6 bulan lebih, si Otong gak ngeluarin isinya".
"ah, yang bener, emang Mang Karyo gak 'jajan'?".
"nggak lah non,, tar takut kena AIDS,, lagian gak ada yang secantik non".
"ah, Mang Karyo bisa aja,,".
"o ya non, non Bunga ngapain bawa baju? kan di rumah ini, non Bunga gak boleh pake baju".
"yee,,Mang Karyo gimana sih, emangnya Bunga gak mau jalan-jalan keluar,,
kalau di dalam rumah sih,, udah pasti Bunga gak bakalan pake baju".
"o iya ya..".
"o ya Mang, kita kan udahan ngentotnya, mendingan kita ke rumah Mang Karyo, udah lama gak ketemu Mbok Parti".
"yaudah yuk, tapi non Bunga pake baju ya.. Tar istri Mang Karyo pingsan..hehe".
"ya iyalah, masa Bunga keluar gak pake apa-apa". Lalu aku masuk ke kamar
mandi, dan Mang Karyo keluar dari kamarku. Setelah aku mandi dan
berpakaian rapih, aku keluar dimana Mang Karyo yang sudah memakai
bajunya menungguku.
"yuk Mang". Selama berjalan, aku disapa oleh penduduk desa yang sudah
kenal denganku. Akhirnya, aku dan Mang Karyo sampai juga di rumah Mang
Karyo.
"bu, bu,,", teriak Mang Karyo memanggil-manggil istrinya.
"iya,,iya,, ada apa si pak?".
"ini toh Bu, ada non Bunga,,". Lalu istri Mang Karyo sampai di hadapan kami.
"waduh, non Bunga,, apa kabar,, udah lama gak keliatan".
"iya nih mbok, hehe,, udah 6 bulan gak kesini nih..". Lalu kami
mengobrol sambil duduk dan minum teh, sementara Mang Karyo mandi.
"non Bunga tambah cantik aja,,".
"ah Mbok, bisa aja,, oh ya, si Mamat mana?", aku menanyakan anak mereka yang berumur 15 tahun.
"ya lagi sekolah toh non,,".
"oh ya lupa,,hehe".
"gimana kerjaan Karyo?".
"rapih Mbok,,".
"lo gak tau aja,, suami lo kerjanya nabung peju mulu di rahim gue", kataku dalam hati. Mang Karyo keluar dengan dandanan rapi.
"bu,, bapak mau ke rumah non Bunga, tadi belum selesai kerjanya", katanya sambil melirik ke arahku.
"huu,,dasar,, bilangnya mau kerja lagi,, padahal mau ngentotin gue lagi tuh..", kataku dalam hati lagi.
"iya,, tadi ada yang belum diberesin", kataku ke Mbok Parti sambil tersenyum ke arah Mang Karyo, dan dia pun membalas tersenyum.
"yaudah,, tapi besok pulang ya pak".
"iya bu, tenang saja, yaudah bu, bapak berangkat dulu ama non Bunga".
"ya Mbok, kami berangkat dulu..".
"ati-ati di jalan ya".
Lalu kami pulang tapi kali ini, kami mengambil jalan yang lebih sepi, bahkan tidak ada orang sama sekali.
"Mang, ngapain lewat sini sih, kan jauh?".
"supaya Mang Karyo bisa grepe-grepe non Bunga".
"yee, Mang Karyo,, entar aja di rumah,, jangan disini".
"ah,, Mang Karyo udah gak tahan". Lalu Mang Karyo pun langsung berjalan
di belakangku dan menyusupkan tangannya ke dalam kaosku, dan karena aku
tidak memakai bh jadi Mang Karyo bisa langsung meremas-remas payudaraku.
"aduhh,, Mang Karyo,, jaangann,,". Bukannya berhenti, Mang Karyo malah
memelintir kedua putingku dengan tangannya, dan dia juga mencium dan
menjilati kuping kananku membuat birahiku memanjat ke ubun-ubun kepalaku
dengan sangat cepat.
"Mang,,sstopp", kunaikkan nada bicaraku. Untungnya dia masih agak hormat kepadaku sehingga dia menghentikan aktivitasnya.
"kenapa non, kok marah?".
"siapa yang marah..".
"oo jadi non mau diterusin nih digrepe-grepe ama Mang Karyo?".
"eh, bukan gitu maksud Bunga".
"jadi, gimana?", tanya Mang Karyo sambil tangannya tetap memegangi kedua buah payudaraku.
"maksud Bunga tuh, dilanjutin di rumah aja,, kan lebih bebas..".
"tapi, Mang Karyo boleh kan ngentotin non Bunga terus-terusan sampe besok?".
"ya elah Mang, kayak baru kenal Bunga aja. Ya boleh lah, pokonya ampe Mang Karyo gak bisa ngaceng lagi".
"bener ya?".
"suer deh,,".
"asik,,".
"asik si asik, tapi lepasin dulu tangan Mang Karyo, masa toket Bunga dipegangin terus".
"hehe,, maaf non,, abisnya toket non Bunga kenyel banget sih, jadi enak meganginnya".
"yaudah, sekarang lepasin, abis itu, di rumah, Mang Karyo bisa megangin
toket Bunga seharian". Lalu Mang Karyo mengeluarkan tangannya, dan aku
merapikan kaosku, kemudian kami mulai berjalan lagi sambil mengobrol.
"non Bunga, gimana kalau non Bunga jadi istri Mang Karyo aja..".
"sekarang aja, Bunga udah kayak istri kedua Mang Karyo..".
"oh iya,, ya,,betul juga.. Oh ya non, ada 1 lagi,, non Bunga emang gak
takut hamil? kan Mang Karyo sering ngeluarin peju di dalam memek non..".
"gak Mang, Bunga kan udah minum obat pencegah hamil,, tapi, emang kalo Bunga hamil, Mang Karyo mau punya anak dari Bunga?".
"mau dong, kalo ibunya cakep pasti anaknya nanti juga cakep..".
"haha,, Mang Karyo bisa aja,, tar ya Mang,,kalo Bunga udah siap punya
anak..rahim Bunga bakal Bunga kasih cuma buat Mang Karyo seorang". Tak
terasa, kami sudah berada di depan rumah, kami bergegas masuk ke dalam
rumah.
"nah, Mang Karyo, sekarang Bunga mau buka baju dulu ya,,".
"sini non,,biar Mang yang bukain..".
"yaudah,,". Aku memang sudah biasa ditelanjangi oleh Mang Karyo, jadi
ketika dia membuka kaos dan celana panjangku aku tidak canggung lagi.
"sekarang Bunga kan udah telanjang,, gantian ya,, Bunga yang buka baju Mang Karyo".
"ok non, dengan senang hati". Lalu aku mulai menelanjangi Mang Karyo,
tentu saja selama aku sibuk membuka pakaian Mang Karyo, dia juga sibuk
meremas-remas pantat kenyalku, dan memasukkan satu jarinya ke dalam
anusku.
Tak lama kemudian, Mang Karyo sudah telanjang dan kami pun saling
berciuman sehingga tubuh putih mulusku yang sangat kontras dengan tubuh
hitam Mang Karyo bersatu dalam luapan birahi dan luapan cinta. Dengan
ciuman itu, aku sudah resmi menjadi budak seks Mang Karyo untuk seminggu
ke depan. Dan Mang Karyo pun tak menyia-nyiakan kesempatan emas yang
kuberikan, dia menyetubuhiku selama 30 menit dan berhenti 30 menit untuk
istirahat, begitu seterusnya hingga malam hari. Selama beristirahat,
kami makan, bercanda, mengobrol, dan lain-lain. Entah darimana, Mang
Karyo mempunyai energi yang luar biasa itu. Mungkin kalau aku tidak
minum obat anti hamil pasti besok aku sudah mengandung anak dari Mang
Karyo karena entah sudah berapa trilyun sperma Mang Karyo yang
berenang-renang di rahimku. Akhirnya Mang Karyo ngantuk juga dan
memutuskan untuk tidur. Aku senang sekali karena tubuhku seperti sudah
remuk mengalami berpuluh kali orgasme. Aku melihat ke arah jam.
"buset,, udah jam 2 pagi,, Mang Karyo emang hebat banget udah kayak
Superman,, mendingan tidur aja ah,, supaya besok bisa muasin Mang
Karyo,, suami gelapku", kataku dalam hati sambil tersenyum ke wajah Mang
Karyo yang ada di hadapanku. Tiba-tiba, Mang Karyo membuka matanya
lagi.
"ada apa non? belum tidur?".
"cium Bunga dulu dong,,katanya Mang Karyo nganggep Bunga istri..".
"oh ya,,nih Mang cium deh,,non Bungaku tersayang", katanya sambil mencium bibir lembutku.
"nah, gitu dong,, baru kayak suami istri,, yaudah Mang, kita tidur yuk,,besok kita lanjutin lagi maen suami-istrinya".
"ok non,,", lalu kami saling berpelukan dan kemudian menutup mata untuk menghadapi esok hari.