Kamis, 31 Mei 2012

Selingkuh itu Indah part 2-5


Diam-diam aku membeli perlengkapan kamera yang kupasang dibeberapa tempat strategis dirumah mertuaku, kupasang juga alat perekam sehingga aku tetap bisa melihat apa yang terjadi ketika aku di kantor.Ternyata bermanfaat juga.

Kejadian pertama terjadi didapur lagi, dan terbilang sangat nekat. Siang itu ibu mertuaku sedang menyiapkan makan siang u/ suaminya. Seperti biasa, ibu mertuaku menggunakan daster yang sangat tipis, berwarna kuning tanpa menggunakan bra, sehingga toket besarnya terlihat mengacung besar dengan lingkar puting coklat yang tercetak membayang. Bagian ketiaknya terlihat longgar sehingga dari samping sering terlihat gundukan toket yang sangat menggairahkan.

Sementara itu tampak yusup sedang membantu bapak mertuaku membetulkan kabel lampu yg putus karena digigit tikus. Terliat Ibu mertua dan yusup, sering curi-curi pandang dan melemparkan isyarat-isyarat khusus disaat bapak mertuaku lengah. Seperti ibu mertuaku mengurut-ngurut mentimun dengan gerakan seolah-olah mengocok penis, yang dibales yusup dengan gerakan tangan seperti meremas toket. Sepertinya mereka sudah sangat horni. Tanpa diduga, bapak mertuaku bergerak pergi ke kamar mandi, mungkin karena ingin buang hajat, dan biasanya bisa berlangsung hingga lebih 15 menit.

Sesaat bapak mertuaku masuk ke kamar mandi, yusup bergerak cepat mendekati ibu mertuaku dan memeluknya dari belakang.
Bagai orang kelaparan mereka berciuman dengan buas, tanpa peduli bahwa bapak mertuaku berada dikamar mandi yang terletak hanya beberapa meter dari tempat mereka.

Tangan kanan yusup bergerak masuk ke balik daster melalui bagian ketiak yang longgar kemudian meremas toket yang sudah dari tadi menggodanya.
Tangan kirinya menelusup ke selangkangan dan menggosok-gosok memek mertuaku yang sudah sangat basah.

Mendapat serangan seperti itu, ibu mertuaku melenguh kenikmatan, tangannya bergerak merangkul leher yusup dan mendorong kepalanya hingga mereka bisa berciuman lebih ganas.
selingkuh itu indah part 2



Ibu mertuaku berbalik menghadap yusup dan bersandar pada meja dapur.
Mereka kembali berciuman dengan ganas, toket mertuaku tersembul yang langsung disedot dan digigit-gigit kecil oleh yusup, sementara tangan satunya lg memilin-milin puting.

Tangan mertuaku bergerak ke arah selangkangan yusup dan meremas tonjolan batang dibalik celana katunnya. Kemudian membuka ruitsletingnya, merogoh cd dan menggenggam batang kejantanan yusup, kemudian mengocoknya secara perlahan.

Mengetahui waktu yang dimiliki tidak banyak, ibu mertuaku tidak mau banyak membuang waktu, setelah Yusup memelorotkan cd mertuaku, dia segera mengarahkan rudalnya ke nonok mertuaku. Bless... Mulut mertuaku menganga menerima desakan batang yusup yang keras dan hangat pada vaginanya yang sudah basah. Yusup mendiamkan kontolnya diam sesaat merasakan remasan vagina mertuaku dan kemudian memompanya secara liar, sebelah kaki mertuaku melingkar ke badan yusup, memberikan akses penetrasi yang leluasa. Mulut yusup sibuk bergantian mencium bibir mertuaku dan menghisap serta mengigit-gigit toked montok mertuaku.

Tangan yusup meremas gemas toket yang tetap diiringi gerakan maju mundur pantatnya untuk melesakkan batangnya dan memberinya kenikmatan duniawi tanpa mempedulikan bapak mertuaku, suami dari wanita yang sedang ia setubuhi berada di kamar mandi yang tak jauh dari tempat mereka *******.

Kini mereka telah merubah posisi, ibu mertuaku menghadap ke meja, sementara yusup menyodoknya dari belakang, dengan posisi itu, toket mertuaku menggantung bebas dan bergoyang-goyang seiring dengan pompaan yusup dari belakang. Dengan posisi itu tidak berlangsung lama karena yusup kemudian mengejang dan meningkatkan pompaanya, hingga akhirnya ambruk dengan menyemprotkan sperma yang berceceran dilantai.

Mereka terdiam sesaat, yusup masih memeluk tubuh mertuaku, batangnya masih menancap, membiarkan sisa-sisa kenikmatan yang ada. Tangan yusup masih meremas-remas pelan toket mertuaku kemudian mereka berciuman mesra layaknya pasangam kekasih.

Tak lama, mereka sadar bahwa bapak mertuaku akan segera keluar, mereka buru-buru merapikan pakaian dan rambut, tak lupa melap sisa cairan senggama yang berceceran tadi.

Bapak mertuaku memang punya kebiasaan BAB yang lama, seperti saat itu, dia melewatkan persetubuhan kilat istri dengan karyawannya.Sementara aku hanya berani melihat dan menikmati itu semua, tanpa keberanian melaporkan ke bapak mertuaku atau mungkin ikut mencoba mencicipi ibu mertuaku yang semakin hari semakin menggairahkan dimataku.

Tetapi entah kenapa dengan hanya melihat perselingkuhan itu aku sudah cukup puas, dan dengan bantuan kamera tersembunyiku, hasratku cukup terpuaskan, berkali-kali kulihat pergumulan mertuaku dengan yusup melalui kameraku.

Perselingkuhan ibu mertuaku berlangsung berkali-kali, diantaranya sering sekali nekad.. entah mungkin mereka makin bernafsu bila resiko ketahuan makin tinggi.. Sering kulihat ibu mertuaku mengusap-ngusap batang yusup padahal suaminya sedang didepan mereka yang tengah mengerjakan sesuatu.

Berkali-kali aku berpikiran untuk memanfaatkan kameraku untuk bisa ikut mengentot mertuaku, tetapi rasa takut dan sayangku pada istriku berkali-kali itu juga menghalangi niatku. Hingga terjadinya peristiwa itu...
»»  READMORE...

Arti Keperawanan


Pentingnya keperawan itu bukan diliat dari selaput dara yang dah robek aja..
tetapi, lebih karena KENAPA hal tersebut terjadi...

untuk yang dah ga perawan karena kecelakaan, tentu bagi gw ga masalah...
ato misalnya pernah jadi korban perkosaan, ga masalah juga buat gw..

yg menjadi masalah adalah jika ga perawan lagi sebelum nikah karena melakukan ML atas dasar suka sama suka..
tentu saja bagi menurut gw si cewe murahan banget..
dengan gampangnya ngelepasin keperawanan nya..

asli murahan menurut gw cewe yg ngelepasin keperawanannya sebelum nikah..
kenapa murahan??
nih penjelasannya :
1. ketika si cew dah pernah ML ma pacarnya, apakah cuma sekali itu aja??
tentu ngga kan.. tentu berkali-kali..
disaat inilah ML akan menjadi sebuah kebutuhan..
nah, ketika si cewe dah putus dan pacaran lagi ma orang yang baru, gw yakin seyakin2nya mereka akan ML lagi..
disaat ini si cewe sudah terbiasa ML..
di titik inilah si cewe lebih murahan bahkan di banding PSK sekalipun..
PSK pun punya harga yaitu rata2 300 ribu / jam..
nah, si cewe ini GRATIS.. tentu lebih mahalan si PSK donk..!!!

2. ketika nanti dah nikah dan misalnya si suami bisa nerima kalo si cewe dah ga perawan lagi, tentu ga masalah.. yang menjadi masalah adalah si cewe mulai membandingkan antara suaminya yg SAH skrg dgn mantan2 nya yg sudah pernah ML ma dia..apalagi misalnya sang suami ga bisa muasin si cew..
disinilah titik rawan selingkuh dimulai..
tentu si cew yg dah ga perawan sebelum nikah itu berusaha mencari kepuasan...
menghubungi mantan2nya kah, ato ma orang2 yg baru..
(nih berdasarkan apa yg gw ketahuin dan juga salah satu pengalaman temen yg kek gini)

Intinya, ga perawan itu bagi gw ga penting karena itu cuma selaput dara yg robek..
Tapi, yg masalah bagi gw adalah gimana hilangnya keperawannya tersebut..
Jika hilang karena sesuatu hal yang diluar kehendak (kecelakaan/perkosaan/etc), ga masalah bagi gw..
Tuh cuma selaput dara doank kok..
Yang menjadi masalah jika hilang karena disengaja, tentu disebabkan oleh sikap moral yang ga baik alias MURAHAN yg gampangnya ML ma orang yg bukan suaminya..

OK kalian bisa berubah..
Tapi, apakah kalian bisa menjamin kalo nanti kalian menikah kalian tidak akan selingkuh lagi seandainya suami kalian tidak bisa memuaskan kalian?
apalagi jika kalian tiba2 teringat ma mantan kalian yang gagahnya seperti Unta Arab yg bisa 3 sd 5 kali maen..
sanggupkah kalian ga selingkuh??
disaat sex sudah menjadi kebutuhan primer???
Jangan katakan kalian sanggup karena kalian belum menjalaninya..
Kalian masih terlalu muda untuk bisa berpikir..!!!
Coba liat sekeliling dan tanyakan sama mama/papa/om/tante kalian yg lebih mengerti masalah seperti ini..
Ato minimal tanyakan saja sama temen kalian yg dah nikah > 10 tahun..

so sis... gw buat post ato trit gini bukan utk merendahkan kalian..
gw buat ini biar kalian tahu bahwa kalian memiliki sesuatu yg bener2 berharga..
jangan kalian lepasin untuk cow2 brengsek..!!!

TIPS :
jika sis terpaksa terjebak dengan suasana yg diciptakan oleh si cow sehingga sis hampir mo ngelepasin keperawanan sis (biasa dilakukan oleh Player yg menciptakan suasana romantis a.k.a mesum sehingga bisa mendapatkan keperawanan), silahkan sis langsung mengingat wajah kedua orang tua sis..
Ingat wajahnya yang mencintai kita..
Ingat wajahnya yang menyayangi kita..
Ingat wajahnya ketika tersenyum kepada kita..
Ingat wajahnya ketika mendoakan kita..
Ketika mencium kening kita..
Ketika menangis disaat kita terluka..
Ketika dia berharap akan kesuksesan kita..
Dia yang benar-benar menyayangi kita..

Jika sis memiliki keluarga yang broken home, ingat aja salah satu wajah ortu yang sis bener2 sayangin..
Ingat juga, apakah sis mau seperti mereka jika sis nikah nanti..

Pliss dipahami...
Biar keperawanan ga lepas ma cowo-cowo brengsek..
Biar banyak yang tau kalo ML sebelum nikah itu bukan cinta..
tuh cuma nafsu sesaat aja..

»»  READMORE...

Rabu, 30 Mei 2012

Selingkuh Itu Indah part 1-5


Aku menikah dengan usia yang relatif muda, yaitu 25 tahun dan istriku 22 tahun. Aku bersyukur bisa memperoleh istri yang cantik dan tubuh yang seksi dengan dada yang menantang dan pantat yg sekal, tapi bukan itu alasanku memilih dia tapi kebaikan dan ketaatannya dalam beribadah yang membuatku yakin dengan pilihanku.

Karena menikah dengan usia muda dan karir masi pemula membuat kami belum mampu membeli rumah sendiri, sehingga kami pun ngontrak rumah dipinggiran kota. Itu pun tidak lama karena mertuaku menyuruh kami tinggal bersama mereka. Karena berbagai pertimbangan kami pun setuju tinggal di rumah mertuaku.

Mertuaku tinggal di rumah berdua, dan mereka mempunyai toko yang terletak tidak jauh dari rumah. Mereka mempunyai 2 karyawan wanita sebagai penjaga toko, dan karyawan laki-laki berusia remaja (sekitar 18 tahun) bernama yusup.

Ibu mertuaku masih relatif muda yaitu 40 tahunan dengan badan agak gemuk dan dada yang besar. Wajahnya masih cantik untuk ukuran usianya. Bapak mertuaku juga masih terlihat tegap.

Tidak ada yang aneh hingga peristiwa itu terjadi. Saat itu aku pulang siang dari kantor karena kepalaku sakit sekali. Tiba di depan pintu rumah, terlihat rumah sangat sepi. Karena memiliki kunci aku bisa masuk dengan leluasa. Langsung menuju kamarku, tetapi ketika aku hendak melewati dapur terdengar suara-suara mencurigakan dari dapur.
dengan mengendap-endap aku menuju dapur. Dadaku langsung berdegup kencang melihat pemandangan yang kulihat.

Kulihat ibu mertuaku meronta-ronta dalam pelukan pria yg aku tau itu bukan bapak mertuaku. Tadinya aku ingin bertindak menghajar laki-laki itu, tapi entah kenapa aku hanya terdiam saja.

Laki-laki itu dengan kasar meremas dada mertuaku yang saat itu memakai daster dengan tali yang kecil hingga ketiaknya terlihat. Tangan itu kemudian menurunkan tali dan BH sehingga menyembul dada besar mertuaku. Tangan laki-laki yang semula meremas berganti memilin puting susunya.

"Jangan Sup, ibu kan udah tua", kudengar mertuaku bicara ditengah desahannya, dan tangannya mendorong pelan dada laki-laki itu, yang bernama yusup! Ya yusup, karyawannya yang masih muda, aku takjub berani juga anak itu!, batinku.
"habis, bodi ibu seksi bgt, apalagi toketmu. Jadi ga tahan pengen ******* ibu' ujar yusup, sambil tangannya kini bergerak menyingkap kan daster, sehingga paha putih dan cd krem berenda mertuaku terlihat jelas.

Yusup kemudian berlutut dan memelorotkan cd mertuaku ke bawah sehingga muncul bulu-bulu jembut mertuaku yang rimbun. Yusup langsung melahap vagina mertuaku yang terpampang, menjilat dan mengigit kecil itil mertuaku. Nafas mertuaku semakin tak beraturan, matanya merem melek, kemudian badan bergetar, sepertinya dia sedang memperoleh kenikmatan yang dahsyat.

Tiba-tiba mertuaku menarik kepala yusup. "cepet masukin sebelum suamiku datang!" bisik mertuaku. Yusup dengan cepat membuka celana jeansnya dan sedikit menurunkan cdnya hingga mengacung batang ****** yang ingin segera masuk ke sarangnya.

Mertuaku tampaknya tidak ingin buang-buang waktu, dia segera mendorong yusup hingga terlentang, batang kejantanan yusup digenggam kemudian dijilat dan dikulum sebentar. Tak lama kemudian mertuaku naik ke badan yusup lalu meraih ****** yusup kemudian diarahkan ke lubang vaginanya. Bless... ****** yusup pun amblas ke dalam.

Bagaikan joki yg sedang menunggangi kuda, mertuaku bergerak liar menggoyang pinggulnya, sementara yusup mendesis keenakan. Hingga 'saya mau keluar bu' desis yusup, "ibu juga! ... Aaakh..." kedua tubuh mereka mengejang dan "croot...croot..". Mereka terdiam beberapa saat menikmati sisa-sisa kenikmatan yang ada. Kemudian ambruk bersama-sama."

"ayo cepat kamu balik lag ike toko, nanti suamiku nyariin!".. Kata mertuaku perlahan pada yusup. Yusup pun bergegas merapikan celana Kemudian mencium kening mertuaku "terima kasih ya bu...". Mertuaku tak menjawab, hanya terdiam mengumpulkan nafas setelah pergumulan tadi. Yusup pun segera keluar, saat mertuaku masih terlentang dengan daster acak-acakan. Sementara aku juga bengong dan dalam keadaan horny berat.

Pikiranku berkecamuk, antara horni pengen ikut ******* mertuaku dengan kesetiaanku pada istriku. Sementara ibu mertuaku masih merapikan bajunya yang acak-acakan. Dengan gemetaran karena pikiran yang campur aduk, aku mendekati mertuaku, "birahiku juga harus disalurkan!, aku akan ******* ibu mertuaku" tekadku saat itu, tapi dasar sial, saat aku sudah mau bergerak. Pintu depan terbuka dan terliat bapak mertuaku datang masuk ke rumah. Membuyarkan keinginanku.

Ibu mertuaku ternyata pandai juga bersandiwara, dengan suaminya dia berlaku seolah tidak terjadi apa-apa, 5 menit yg lalu!. Aku langsung masuk ke kamar dengan kepala yang makin pusing, kepala atas dan bawah.

Sejak peristiwa itu, aku jadi semakin memperhatikan ibu mertuaku. Gak kusangka, dibalik ketelatenannya mengurus suaminya ternyata dia tega menghianatinya dengan perselingkuhan, yang entah sudah berapa kali dilakukan. Berapa kali? Dengan siapa aja?
Pertanyaan ini lebih menarik untuk kucari tau ketimbang aku ikut menghianati istriku dengan berselingkuh dengan ibu mertuaku.
»»  READMORE...

Selasa, 29 Mei 2012

Sex Bersama Tante Aniz DKK


Berenang adalah salah satu olahraga rekreasi favoritku selama aku kuliah di Bandung. Tapi pada masa itu sebagai mahasiswa yang masih mengandalkan kiriman orang tua, aku harus berhemat dan tidak bisa sering-sering berenang. Paling-paling aku hanya berenang 2 atau 3 kali dalam sebulan.
Kadang aku berenang bersama teman-teman kampus, tapi lebih sering berenang sendiri karena tidak banyak teman-temanku yang mau meluangkan waktu untuk berenang secara rutin. Aku sering berenang di daerah Setiabudi, di sana ada kolam air hangatnya sehingga aku bisa berenang sampai malam tanpa takut kedinginan oleh udara malam kota Bandung.

Hari Jumat itu aku seperti biasa berenang sendiri. Setelah melakukan gaya bebas bolak-balik beberapa kali aku beristirahat sambil tetap berendam di tepi kolam. Hari itu agak sepi, paling hanya 15 orang saja yang ada di kolam renang. Langit sudah mulai gelap dan lampu-lampu di sekitar kolam renang sudah mulai dinyalakan. Tapi aku masih ingin berlama-lama menikmati kolam renang, maklum besok hari Sabtu tidak ada kegiatan kuliah.

Tidak berapa lama kulihat seorang wanita berrambut ikal yang berumur sekitar 40-an masuk ke area kolam renang. Meskipun sudah tidak muda lagi badannya terlihat sangat terawat dan sexy. Payudaranya tampak agak menggantung tapi masih cukup kencang dan menurutku tidak kalah dengan wanita-wanita yang lebih muda. Kulitnya putih dan wajahnya juga masih tampak cantik…ah.. rasanya aku kenal wanita itu… Kalau tidak salah dia Tante Anis, teman klub aerobik Tante Nita bekas ibu kosku di Dago yang pernah kuceritakan kisahnya beberapa waktu yang lalu. Pantas saja tubuhnya sexy…. Setelah meletakkan barang-barang bawaannya wanita itu mulai menceburkan diri ke kolam renang, tepat di seberangku. Lalu perlahan ia mulai berenang mengelilingi kolam renang. Saat ia berenang di depanku, kuberanikan memanggil namanya, “Tante Anis…” Wanita itu berhenti dan berbalik menatapku.
“Hey… Doni ya… sama siapa berenang?” tanya Tante Anis sambil mencubit lenganku.
“Biasa tante… sendirian aja, tante sama siapa?”
“Oh, sama Dewi teman kantor tante… tapi kayaknya dia masih di kamar ganti tuh…soalnya tadi tasnya ketinggalan di mobil… nah itu dia baru datang, tante kenalin yaaa…”
Tampak seorang wanita, terlihat masih muda dan lumayan manis mungkin umurnya sekitar 25-an, berjalan ke arah kolam renang. Rambutnya lurus melewati bahu, tubuhnya terkesan atletis dengan buah dada montok berisi seperti Pamela Anderson di film serial TV “Bay Watch”. Tante Anis lalu naik ke pinggir kolam dan bergegas menghampiri wanita tersebut. Tak lama kemudian kedua wanita itu kembali masuk ke kolam renang.

“Wi.. ini kenalin… Doni, Don… ini kenalin..Dewi, teman kantor tante,” Sambil mengulurkan tangannya Dewi tersenyum dan menyebutkan namanya, senyumnya manis sekali. Akupun menyebutkan namaku sambil menikmati kehalusan tangannya. Setelah berbasa-basi sebentar Dewi berpamitan untuk berenang beberapa keliling, lalu aku dan Tante Anis mengikutinya. Sebenarnya aku sudah cukup lelah setelah berenang sebelumnya, tapi kebersamaan dengan Tante Anis dan Dewi kayaknya sayang kalau dilewatkan begitu saja hanya karena rasa capai yang tidak seberapa. Setelah berenang beberapa keliling kamipun akhirnya berhenti.

“Doni.. kok udah lama tante nggak pernah lihat kamu jemput Tante Nita lagi?”
“Lho… saya khan sudah nggak kos di tempat Tante Nita…”
“Tapi tante dengar kamu masih suka ketemu dengan Tante Nita, iya khan..?” Tante Anis mulai menggodaku dengan senyumnya yang nakal. Aku tidak menjawab, hanya tertawa ringan.
“Tante Nita suka cerita tentang kamu lho…hmm.. bikin kita-kita penasaran deh,” Tante Anis menggoda lagi, kini tangannya mencubit perutku.
“Aduh… sakit tante…,” kataku pura-pura kesakitan. Dewi yang tidak tahu arah pembicaraan kami tampak agak bingung.

Tante Anis merapatkan badannya ke sampingku dan melingkarkan tangannya di pinggangku.
“Dewi, kamu kenal dengan Nita teman aerobikku khan..? Doni ini dulu kos di tempat Nita dan semenjak itu si Nita bisa jadi betah banget di rumah kalau Doni lagi nggak kuliah, nggak tau ngapain aja dia dengan si Doni ini,” Tante Anis tertawa genit sambil melirikku. Dewi hanya tersenyum-senyum saja memandangku.
“Ah… ati-ati Teh Anis… mahasiswa sekarang memang nakal-nakal….!!”

Udara malam makin dingin, tapi suasana kami justru mulai menghangat. Aku merasa kegenitan Tante Anis sedang menantikan tanggapanku. Aku mulai memberanikan diri memegang dan meremas-remas pantat Tante Anis dengan lembut. Jantungku berdegup-degup menanti reaksi Tante Anis… syukurlah dia diam saja dan membiarkan tanganku terus beraksi. Hanya aku dan Tante Anis yang tahu persis apa yang kami lakukan. Suasana kolam renang tidak begitu terang dan kami berendam sebatas leher sehingga apapun yang diperbuat tangan-tangan kami di bawah air tidak akan terlihat siapapun. Meskipun demikian Dewi kelihatannya mengerti apa yang terjadi, tapi dia pura-pura tidak tahu dan dengan sengaja berenang menjauhi kami.

Melihat kegenitannya mendapat tanggapanku dan tidak ada lagi orang lain di dekat kami, Tante Anis semakin berani. Tangannya mulai dengan sengaja menyentuh penisku yang mulai menegang. Melihat aku tidak menolak perlakuannya Tante Anis mulai berani meremas-remas penisku sehingga membuatnya mengeras. Tante Anis tersenyum nakal.
“Oh, ini rupanya yang bikin Tante Nita lupa sama suaminya.” Aku tidak mau ketinggalan, kuraba dan kuremas-remas kedua buah dada Tante Anis sehingga membuatnya memekik perlahan. Kami saling meraba dan berpandang-pandangan penuh nafsu. Perlahan-lahan kuarahkan tangan kananku ke selangkangan Tante Anis dan kurasakan gundukan yang lembut dan hangat di antara kedua pahanya. Mulut Tante Anis sedikit terbuka, nafasnya mulai terasa berat dan matanya mulai sayu, tampaknya dia mulai terangsang.

“Ssstop Doni… jangan disini… kita ke hotel aja… mau?” kata Tante Anis setengah berbisik dengan nafas mulai berat menahan birahi. Aku mengangguk setuju.
“Tapi Dewi gimana tante…. masak ditinggal?”
“Tenang aja, itu urusan tante… kamu naik dulu… tante mau bicara sama Dewi.”
Aku bergegas naik dan mengambil handuk serta sabun untuk mandi. Saat aku kembali ke kolam renang tampak Dewi dan Tante Anis sudah duduk di kursi sambil mengenakan handuk.

“Doni, keberatan nggak kalau Dewi ikutan acara kita?” tanya Tante Anis sambil mengedipkan sebelah mata kepadaku.
“Terserah Dewi aja, Doni sih nggak keberatan tante…” kataku. “Iiih… emangnya acara apaan sih…?” tanya Dewi, entah dia cuma pura-pura atau memang tidak tahu aku tidak peduli, yang jelas malam ini aku akan menikmati tubuh Tante Anis yang sexy. Belum terbayang bagiku bagaimana kalau nanti Dewi ikut bergabung, aku belum pernah ML dengan lebih dari satu wanita sekaligus.

Kutitipkan motorku di kantor Satpam, kebetulan karena sudah sering berenang di situ aku jadi kenal dengan mereka. Kami bertiga lalu meluncur pergi ke arah Lembang dengan mobil Tante Anis. Tidak berapa lama kemudian kami sampai di Lembang dan Tante Anis lalu mengajak kami untuk makan malam di sebuah rumah makan. Setelah selesai makan Tante Anis membeli beberapa kaleng bir, softdrink dan makanan kecil, “Untuk bekal sampai pagi cukup nggak…” tanya Tante Anis sambil tersenyum nakal. Aku mengangguk setuju sementara Dewi masih pura-pura tidak tahu apa yang terjadi.

Akhirnya kami meluncur ke sebuah hotel kecil yang cukup bagus di sekitar Lembang, lokasinya enak dan aman untuk berselingkuh karena mobil bisa langsung parkir di garasi yang tersedia di sebelah kamar. Mungkin hotel itu sejak semula sudah dirancang untuk tempat perselingkuhan, entahlah…..
“Eh.. seperti yang aku bilang tadi…. kalau kalian mau ML aku nggak ikutan yaa… aku cuma nunggu kalian di mobil aja.”
“Aduh Dewi… kami nggak tega ninggalin kamu di mobil. Kita bakalan di sini sampai pagi lho, ikutan aja deh ke kamar. Kalau nggak mau ikutan kami ML juga nggak apa-apa, that’s your choice honey… kamu bisa nunggu di ruang tamu sambil minum bir. Atau kalau perlu bisa kami pesankan “extra-bed”. Gimana..?” tanya Tante Anis. Dewi akhirnya mengangguk setuju.
“OK aku di ruang tamunya aja… tapi kalian jangan ribut ya…. nanti aku nggak bisa tidur.”

Aku pikir Dewi ini cuma pura-pura saja tidak mau ikut ML, kalau dia benar-benar tidak mau ikutan kenapa dia tadi tidak minta diantar pulang saja. Itu jauh lebih baik dari pada tidur di mobil ataupun di kamar sementara kami asyik bercinta sampai pagi. Aku rasa Dewi ini sebenarnya mau tapi malu karena baru kenal denganku beberapa jam yang lalu, jadi kupikir bagus juga kalau aku sengaja memancing-mancing dan mengambil inisiatif supaya dia mau ikut. Setidaknya dengan cara itu dia tidak harus merasa malu kalau “terpaksa” ikut bergabung. Hmm… kalau Dewi mau ikutan, ini bakal menjadi pengalaman pertamaku ML dengan dua wanita sekaligus.

Kamar hotel yang dipesan Tante Anis cukup besar, sebenarnya hanya satu ruangan tapi antara tempat tidur dan ruang tamu dipisahkan oleh tirai pembatas. Dengan kondisi seperti itu apapun yang terjadi di tempat tidur pasti akan terdengar di ruang tamu. Dewi merebahkan dirinya di kursi sofa.
“Selamat ML yaa… aku mau disini aja menikmati bir dan tidur nyenyak.”
Sampai di kamar Tante Anis mematikan lampu kamar dan hanya menyisakan lampu tidur yang nyalanya remang-remang saja sementara aku langsung merebahkan diri di tempat tidur. Tante Anis lalu mengikuti dan berbaring di sebelahku. Tanpa menunggu komando aku langsung memeluk dan mencumbu Tante Anis, bibir kami saling memagut dan lidah kami saling melilit penuh nafsu. Tangan-tangan kamipun mulai saling meraba dan meremas daerah sensitif masing-masing. Kuselipkan tanganku ke balik bajunya, oh… rupanya Tante Anis sudah tidak mengenakan BH lagi sehingga tanganku dengan mudah langsung meremas payudaranya. Sementara itu tangan Tante Anis dengan ganas berusaha masuk ke celana dalamku untuk meremas penisku yang sudah menegang sejak tadi. Setelah beberapa saat kami bergumul dan saling meremas dengan panas, aku mulai melepaskan t-shirt dan celana jeansku sementara Tante Anis juga mulai melepas pakaiannya satu per satu.

Akhirnya kami berdua berbaring di atas tempat tidur tanpa sehelai busanapun.
“Tante Anis… tante sexy sekali…,” kataku memuji sambil meraba payudara dan putingnya. Sengaja aku berbicara tanpa berbisik supaya Dewi bisa ikut mendengar.
“Ah… kamu bisa aja,” tampak wajah Tante Anis memerah, mungkin merasa bangga mendapat pujian dari anak muda. Tante Anis juga tampaknya mengerti maksudku sehingga diapun tidak berusaha mengecilkan suaranya.
“Tante, Doni mau menikmati tubuh Tante Anis malam ini sepuas-puasnya… lampunya Doni nyalain aja yaa…”
“Iihh… tante malu ah… khan udah nggak muda lagi…”
“Tapi tante masih sexy banget lho… swear deh…. Doni betul-betul terangsang.”
“Terserah Doni kalau gitu… emangnya Doni mau liat apa sih kok pake nyalain lampu segala…”
“Doni mau menikmati tubuh Tante Anis yang sexy ini sampai puas, Doni mau menikmati buah dada tante yang indah, Doni mau menikmati seluruh bagian vagina tante yang tertutup bulu-bulu lebat itu, Doni mau liat klitoris tante, Doni pengen liat semua bagian dalam vagina tante. Boleh khan…?” kataku merayu sambil menyalakan lampu kamar.
“Tentu boleh aja sayang…., malam ini tante jadi milik kamu. Doni boleh liat apapun yang Doni mau, boleh pegang apapun… pokoknya boleh ngapain aja… sesuka kamu sayang….. Tapi sebaliknya Doni juga jadi milik tante malam ini yaa…. Sekarang tante mau pegang dan isep pisangnya Doni…gimana?” tanya Tante Anis sambil mendorongku ke tempat tidur.

Mulailah Tante Anis menjilati dan mengulum penisku. Rupanya Tante Anis cukup ahli dalam ber-oral, diremasnya buah pelirku sementara penisku dimasukkan ke dalam mulutnya untuk dihisap.
“Hmm dasar anak muda, penisnya keras banget kalau berdiri… tante udah lama nggak ngerasain penis yang keras seperti ini. Tante nggak sabar pengen ngerasain ini di dalam punya tante….” kata Tante Anis sambil terus menjilati kepala penisku. Dimasukkannya kembali penisku ke dalam mulutnya dan sesekali lidahnya menjilati lubang penisku, wow… rasanya membuat tubuhku bergetar menahan nikmat.
“Oohh… tante… enak banget tante….mmhh… isep terus tante…,” aku sengaja mengekspresikan setiap rasa nikmat yang kurasakan dengan harapan supaya Dewi terpancing untuk ikut bergabung.

Aku memutar posisiku sedikit supaya tanganku bisa meraba dan meremas payudara Tante Anis sementara dia tetap mengulum penisku. Dengan lembut kuremas payudaranya dan kupilin-pilin pentilnya. Ini membuat Tante Anis makin bernafsu dan bersemangat mengulum penisku. “Mmhh….mmhh…..” Tante Anis mulai mendesah-desah menahan nikmat. Seranganku kulanjutkan lagi, kali ini tanganku mulai mengarah ke vaginanya. Kurasakan bulu-bulu kemaluannya yang lebat agak basah oleh lendir yang licin. Jari tanganku mulai menyibak bulu-bulu vagina Tante Anis dan masuk ke dalam belahan bibir vaginanya. Akhirnya dengan perlahan kumasukkan jari tengahku ke dalam lubangnya yang basah oleh lendir. Kugosok-gosokkan jariku dengan lembut ke dalam dinding-dinding vagina Tante Anis sementara ibu jariku mempermainkan klitorisnya sehingga Tante Anis menggelinjang keenakan.
“Ah… Doni…. mhh…. masukin sekarang sayang… tante udah kepengen ngerasain penis Doni di dalam vagina tante,” katanya sambil melepaskan penisku dari mulutnya.

Tante Anis lalu merebahkan dirinya di tempat tidur sambil membuka kedua pahanya untuk mempersilahkan penisku masuk. Tapi aku tidak ingin langsung memainkan partai puncak, aku harus menyimpan tenaga karena bukan tidak mungkin akan ada partai tambahan dengan Dewi. “Sabar dulu ya tante… Doni pengen banget jilat vagina tante…Doni nggak tahan liat vagina tante terbuka seperti itu… boleh….?” “Terserah Doni sayaang…. tante udah kepengen banget sampai puncak….” Pantat Tante Anis kuganjal dengan bantal sehingga aku tidak perlu terlalu membungkuk untuk menikmati vaginanya. Perlahan kubuka bibir vaginanya yang sedikit menggelambir dengan kedua jempolku, terlihat bagian dalam vagina Tante Anis begitu merah dan merangsang. Lubangnya masih terlihat lumayan sempit meskipun sudah punya dua anak, sementara klitorisnya tampak menyembul bulat di bagian atas bibir vaginanya.

Tidak tahan melihat pemandangan yang begitu membangkitkan birahi akhirnya aku membenamkan lidahku ke dalam liang vaginanya. Dengan penuh nafsu kujilati seluruh bagian vagina Tante Anis, mulai dari klitoris, bibir vagina, hingga lubang vaginanya tidak luput dari sapuan lidahku yang ganas. Tante Anis meremas rambutku dan terus mendesah menahan nikmat.
“Oohh… oohh… mmhh… Doni…. mmhh… adduhh….” Suara Tante Anis makin membuatku bersemangat, aku terus menjilati seluruh bagian vaginanya seperti seorang bocah sedang menikmati es krim coklat yang begitu nikmat. Jari-jariku mulai ikut ambil bagian untuk masuk ke dalam liang vagina Tante Anis, sementara itu bibirku mengulum klitorisnya dan lidahku terus menjilati serta mempermainkannya dengan penuh nafsu.
“Aaahh… Donii… tante nggak tahan Don…. adduuh…” desahannya makin tak terkendali dan tangannya mulai meremas rambutku dengan keras sementara itu otot-otot kedua kakinya mulai menegang. Tampaknya tidak berapa lama lagi Tante Anis akan mengalami orgasme.

Sementara itu samar-samar kulihat bayangan di ruang tamu mulai bergerak, ah… rupanya Dewi mulai terpancing untuk melihat apa yang kami lakukan di atas tempat tidur.
“Doni… Doni… mmhh… tante nggak tahan lagi… tante udah mau keluar…. mmhh…. ahh…aahh…,” akhirnya seluruh tubuh Tante Anis menegang selama beberapa saat dan kemudian terkulai lemas. Kulitnya yang putih tampak berubah agak memerah, Tante Anis mengalami orgasmenya yang pertama malam itu. Dia tergolek lemas dengan mata terpejam dan mulut terbuka sementara itu vaginanya yang merah seperti daging mentah tampak masih berdenyut-denyut mengeluarkan sisa-sisa kenikmatan. Tante Anis perlahan-lahan mulai pulih kesadarannya setelah beberapa saat terbuai oleh kenikmatan orgasme.
“Doni… enak sekali orgasmenya… mmhh… tante sampe lemes…. rasanya belum apa-apa tulang-tulang tante rontok semua….”
Aku hanya tersenyum. “Gimana tante… udah siap lagi….,” tanyaku menggoda.
“Bentar lagi ya Don… badan tante masih lemes…. dan lagi rasa enaknya masih belum hilang….”

Sementara itu kulihat Dewi sudah berdiri di samping tirai pembatas ruangan, ikut menikmati apa yang kami lakukan.
“Dewi, kalau mau gabung kesini aja… nggak apa-apa kok,” kataku memancing-mancing.
“Iih… enggak ah, aku cuma pengen ngeliat kalian ML aja kok, soalnya suaranya seru banget sih… sampe Dewi nggak bisa tidur.”
“Iya Dewi… sini aja lah…, ngapain kamu berdiri di situ… duduk aja di dekat tempat tidur biar bisa liat lebih jelas kalau emang mau liat kita ML,” Tante Anis ikut menimpali. Dewi kelihatan masih malu-malu, aku lalu berdiri menghampirinya dan menariknya ke sisi tempat tidur.
“Tapi kalian nggak apa-apa kalau Dewi ikutan ngeliat di sini…?” tanyanya sambil duduk di kursi.
“Ah nggak apa-apa Wi, malah kami lebih senang lagi kalau kamu juga mau ikutan ML dengan kami, iya khan Don…… Ikutan ajalah sekalian, aku nggak akan bilang sama suamimu asal kamu juga nggak cerita ke suamiku,” kata Tante Anis sambil melirikku dan aku mengangguk mengiyakan. Wajah Dewi tampak merah, “Ah.. Dewi cuma mau liat kalian aja dulu….” Betul dugaanku, sebenarnya Dewi mau ikut bergabung hanya saja ia masih malu-malu. Yang dibutuhkannya cuma sebuah alasan yang pas.

Sementara itu Tante Anis tampaknya sudah pulih sepenuhnya, tangannya mulai meraih penisku dan menuntunnya ke arah liang hangat di selangkangannya.
“Ayo sayang… kita lanjutin lagi…. sekarang punya kamu harus dimasukkin ke sini ya…tante dari tadi pengen ngerasain punya kamu…” Aku hanya tersenyum, sementara itu aku mulai menjilati payudara Tante Anis dan mempermainkan putingnya diantara kedua bibirku. Tubuh Tante Anis mulai menggeliat-geliat kembali.
“Ah… Doni… tante jadi konak lagi… punya kamu masukin ya…. sekarang sayang… sekarang… tante udah kepengen banget ngerasain penismu yang keras ini…” Tante Anis terus merengek-rengek meminta aku memasukkan penis ke vaginanya sementara itu tangannya terus meremas-remas penisku sehingga membuatnya makin mengeras. Akhirnya perlahan-lahan kubuka paha Tante Anis sehingga bibir vaginanya membelah dan menampakkan liangnya yang bisa mengundang nafsu birahi setiap lelaki.

Dengan perlahan-lahan kutuntun penisku menuju lubang vagina Tante Anis yang sudah siap menanti sejak tadi, dan… blesss… dengan sekali sentakan ringan penisku masuk ke dalam vaginanya. “Aahh…” teriak Tante Anis sambil menaikkan pinggulnya untuk menyambut penisku. Rupanya Tante Anis sudah sangat terangsang dan bernafsu sehingga sekalipun dia berada di posisi bawah justru dia yang lebih aktif menggerak-gerakkan pinggulnya. Aku tidak mau kalah ganas dengan tante berumur 40-an ini, kugerakkan pinggulku turun naik dengan sentakan-sentakan yang kuat sehingga penisku terasa masuk ke dalam dengan mantap.
“Aduhh.. Doni… penismu sampai ke ujung… enak banget….mmhh… terus sayang… tusuk yang kuat sayang… tante suka…. mmhh… mmhh…. mmhh… mmhh …mmhh ..” Tante Anis terus mendesah berulang-ulang seirama dengan tusukan penisku. Suara kecipak beradunya penisku dengan vagina Tante Anis dan suara derit ranjang yang bergoyang menyertai desah persetubuhan kami yang ganas. Aku rasa dengan cara seperti ini Tante Anis tidak akan bertahan lama.

Beberapa saat kemudian Tante Anis minta ganti posisi, dia ingin berada di atas. Akhirnya aku berbaring pasrah sementara Tante Anis memposisikan dirinya berjongkok di atasku. Tangannya meraih penisku dan membimbingnya menuju liang vaginanya yang basah kuyup oleh lendirnya sendiri. Begitu penisku masuk, Tante Anis lalu mulai menggerak-gerakkan pinggulnya dengan ganas. Gerakannnya makin lama makin cepat dan desahannya makin keras, “Mhh… mmhh.. mmhh….” aku belum pernah merasakan goyangan pinggul seorang wanita seganas Tante Anis. Saking keras dan semangatnya goyangan Tante Anis, beberapa kali penisku sempat terlepas dari cengkeraman vaginanya tapi Tante Anis dengan sigap memasukkan kembali. Dan akhirnya tidak sampai tiga menit Tante Anis di posisi atas iapun mulai mengalami orgasme yang kedua kali….
“Aduh… tante mau keluar lagi sayang… aduuh… mmhh… mmhh… mmhh… aahh!” Tante Anis menjerit keras berbarengan dengan orgasmenya yang kedua. Kedua tangannya mencengkeram erat dadaku dan kepalanya mendongak ke atas sementara itu vaginanya menelan habis penisku sampai aku bisa merasakan ujungnya.

Baru kali ini kurasakan orgasme seorang wanita yang begitu ganas dan intens. Seganas-ganasnya Tante Nita, rasanya masih kalah ganas dibandingkan Tante Anis. Tidak berapa lama kemudian Tante Anis terkulai lemas di dadaku. Aku melirik ke arah Dewi, kulihat dia mulai terangsang hebat melihat “live-show” di depan matanya… Duduknya serba gelisah dan tangannya meremas-remas ujung bajunya. Aku sendiri sebenarnya belum orgasme, tapi rasanya juga tidak lama lagi. Permainan liar Tante Anis mau tidak mau membuatku makin dekat menuju puncak orgasme juga. Kalau aku sekarang mengajak Dewi untuk ML pasti aku tidak akan sanggup bertahan lama, jadi kuputuskan untuk menyelesaikan ronde pertamaku dengan Tante Anis saja. Setelah Tante Anis mulai pulih dari orgasmenya, aku balikkan tubuhnya sehingga dia kembali dalam posisi terlentang. Tanpa basa-basi langsung aku menancapkan penisku ke dalam vaginanya.
“Doni… tante masih lemes… sabar sayang…. sebentar lagi…. mmhh… mmhh…” Tante Anis mencoba mendorongku. Tapi tenaganya tidak cukup kuat, lagi pula hanya berselang beberapa detik kemudian tampaknya Tante Anis sudah mulai terangsang lagi. Apalagi setelah telinga dan lehernya kujilati dengan lidahku. Maklum kaum wanita dalam hal persetubuhan sebenarnya jauh lebih hebat dari pria, mereka bisa mengalami orgasme berkali-kali dalam waktu yang singkat kalau mendapatkan rangsangan yang tepat.

Aku terus menusukkan penisku berulang-ulang ke dalam vagina Tante Anis.
“Doni… kamu nakal sekali… mmhh… mmhh …. dasar anak muda….. mmhh… adduuh sayang… nanti tante bisa keluar lagi…. mmhh… Doni… aduuhh…mmhh… tante jadi konak lagi… aahh… kamu ganas sekali….” kurasakan pinggul Tante Anis yang semula diam pasrah kini mulai mengikuti gerakan pinggulku. Setiap kali aku menusukkan penisku, pinggul Tante Anis menyentak ke atas sehingga penisku masuk semakin dalam. Gerakannya yang kembali ganas membuat ketahananku hampir jebol. Perlahan-lahan kuatur posisiku agar bisa menusukkan penis sedalam-dalamnya.
“Tante… udah mau keluar belum…..?”
“Mmhh… iya sayang…. tante udah mau keluar lagi…. mmhh …mmhh…”
“Sekarang kita barengan ya… Doni juga udah mau keluar….” “Hmmhh……. keluarin aja sayang… keluarin semuanya di dalam…. tante siap menampung…. tante udah nggak tahan sayaang.. … tusuk tante yang kuat……. mmhh…. uuh… rasanya penis kamu makin besar….. dorong yang kuat sayang….. iya… seperti itu sayang… iya… masukin yang dalam…mmhh… adduuh… tante keluar lagi…. aahh…aagh….!!”
“Tante… mmhh… aduuh… Doni udah nggak tahan lagii….. aahh…aahh..aagghh…!!” Akhirnya sebuah semburan sperma yang dahsyat ke dalam vagina Tante Anis menyertai kenikmatan orgasmeku. Sementara itu tubuh Tante Anis juga kembali menegang dan berkedut-kedut menahan nikmat orgasmenya yang ketiga malam itu. Tidak lama kemudian tubuh kami saling berpelukan dengan lemas, kami tidak bergerak ataupun berkata-kata untuk beberapa saat karena rasa nikmat orgasme yang bersamaan tadi seolah meluluhkan semua kekuatan dan keinginan kami selama beberapa saat.

Aku dan Tante Anis hanya ingin diam berpelukkan dan saling menikmati hangatnya tubuh masing-masing, sementara penisku yang terasa makin melemah masih tertancap di dalam vagina Tante Anis…. Tidak berapa lama kemudian aku membaringkan tubuhku di samping Tante Anis. Penisku tergolek lemah kelelahan, basah kuyup oleh campuran lendir vagina Tante Anis dan spermaku sendiri. Sementara itu dari celah vagina Tante Anis lelehan sisa spermaku yang berwarna putih kental tampak mengalir keluar bercampur dengan lendir Tante Anis. Aku yakin spermaku banyak sekali yang masuk ke vaginanya karena sudah hampir dua minggu aku belum mengeluarkannya. Tante Anis memiringkan badannya dan mengelus-elus penisku.
“Gila kamu Doni….. belum-belum tante udah keluar tiga kali… kayaknya tante nggak bakalan kuat nih kalau ML sampai pagi….”
“Ah nggak apa-apa tante… khan ada Dewi, dia bisa gantiin tante kalau tante udah capek… iya nggak,” kami tertawa cekikikan melirik Dewi yang dari tadi tampak duduk gelisah menahan gejolak nafsu.
“Iya Dewi, ayo kamu ikutan sini dong… bantuin aku ngerjain Doni… aku nggak bakalan kuat kalau sendiri,” kata Tante Anis ikut memanaskan suasana.

“Ah… kayaknya aku nggak perlu bantuin Teh Anis…, tuh liat… Doni punya udah lemes… kelihatannya dia juga udah bakal nggak kuat lagi main dengan Dewi….,” kata Dewi yang mulai menanggapi ajakan kami dengan setengah menantang.
“Tapi kalau punyaku bisa berdiri lagi Dewi mau ikutan nggak…?” pancingku.
“Boleh aja… tapi buktiin dong kalau Doni punya masih sanggup berdiri lagi seperti tadi,” kata Dewi. Tampaknya Dewi sudah mendapatkan alasan yang pas untuk ikut bergabung.
“Ok… aku akan buktikan kalau sebentar lagi punyaku akan bangun dan keras seperti tadi tapi syaratnya harus Dewi yang bangunin yaa…” kataku tersenyum.
“Iya… tapi dibersihin dulu dong… Dewi nggak mau bekas Teh Anis… he… he.. he…” Aku lalu bangkit ke kamar mandi untuk membersihkan penisku dari sisa-sisa cairan hasil persetubuhan dengan Tante Anis. Saat keluar dari kamar mandi tampak Dewi sudah duduk di tepi tempat tidur. Sementara itu Tante Anis gantian duduk tanpa busana di kursi sambil menenggak sekaleng bir hitam dan menghisap rokok.
“Ayo sini anak muda…. kita buktikan apa kamu masih sanggup bertempur lagi…” kata Dewi sambil tersenyum nakal. Setelah mendapat alasan yang pas, Dewi yang sebelumnya tampak malu-malu mulai menampakkan nafsu sex yang tidak kalah dengan Tante Anis. Aku lalu membaringkan tubuhku di tempat tidur.

Tanpa banyak basa-basi lagi Dewi langsung mengelus-elus penisku yang masih terkulai lemas akibat kelelahan setelah bertempur hebat dengan Tante Anis. Diremas-remasnya biji pelirku dan kemudian Dewi mulai menjilat-jilat batang penisku. Aku mulai merasakan kenikmatan lidah Dewi dan remasan lembut tangannya, akibatnya penisku perlahan-lahan mulai menunjukkan tanda kehidupan. Dewi mulai memasukkan penisku ke dalam mulutnya, dikulumnya kepala penisku dan dikocok-kocoknya batang penisku dengan tangannya. Tentu saja tidak berapa lama kemudian penisku mengeras kembali. Merasakan penisku kembali membesar dan mengeras, Dewi semakin bernafsu menghisap dan menjilatinya. Perlahan-lahan kulepaskan mulutnya dari penisku.
“Nah, sudah terbukti bisa bangun lagi khan… sekarang giliran Dewi memenuhi janji untuk ikut bergabung… gimana?” Dewi cuma tersenyum sambil dengan sukarela melepaskan pakaiannya satu per satu dan berbaring di sisiku. Karena sejak awal aku sudah tertarik dengan payudara Dewi yang montok seperti punya Pamela Anderson, aku langsung meremas payudaranya dengan lembut dan mempermainkan putingnya dengan lidahku. Dewi yang sebenarnya dari tadi sudah terangsang mulai mendesah-desah keenakan. Berbeda dengan Tante Anis, meskipun sudah 3 tahun menikah Dewi belum memiliki anak jadi puting susunya masih mungil dan berwarna terang seperti puting susu gadis perawan.

Setelah puas menjilati dan meremas buah dadanya, aku mulai menjelajahi bagian bawah. Perlahan-lahan kujilati bagian perut Dewi dan kemudian akhirnya sampai ke daerah “Segitiga Bermuda”. Bulu kemaluan Dewi tidak selebat Tante Anis sehingga belahan vaginanya sudah tampak jelas tanpa harus menyibakkan bulu-bulunya. Setelah puas menjilati daerah lipatan paha dan daerah bagian atas bulu vagina Dewi, aku membuka bibir vaginanya dan terlihatlah liang vagina yang berwarna merah muda dan sangat indah. Ingin rasanya segera membenamkan penisku ke dalamnya. Mungkin karena belum memiliki anak, kedua bibir vaginanya masih tampak kencang dan tidak menggelambir seperti punya Tante Anis. Secara refleks jari-jari tanganku langsung masuk menggerayangi lubang vaginanya dan membuatnya melenguh keras, “Oohh……..” Langsung lidahku menjilati bibir vagina dan klitorisnya dengan lembut. Setiap kali lidahku menjilati klitorisnya, pinggul Dewi bergerak maju seolah tidak menginginkan lidahku terlepas dari klitorisnya. Setelah kurasa cukup, akhirnya kulepaskan lidahku dari bagian vaginanya dan aku mulai membuka kedua pahanya. Aku benar-benar sudah tidak sabar ingin segera merasakan kenikmatan vagina seorang Dewi.

Dengan lembut kubelai lembut rambutnya, dari matanya kulihat Dewipun sudah tidak sabar ingin menerima penisku. Tapi dia bukan Tante Anis yang secara ekspresif dan terang-terangan mengumbar nafsunya dengan ganas. Dewi hanya menatapku penuh harap sambil nafasnya berdesah-desah tak teratur. Kuposisikan diriku diantara kedua pahanya, lalu perlahan-lahan kubuka bibir vaginanya dan kuarahkan penisku ke liang vagina yang tampak masih sempit. Kuletakkan kepala penisku tepat di depan lubang vaginanya. Lalu dengan lembut tapi pasti kugerakkan pinggulku ke depan sehingga penisku masuk ke dalam vaginanya. Gila….nih cewek… vaginanya masih sempit sekali, benar-benar seperti seorang perawan. Untung saja Dewi sudah cukup terangsang sehingga penisku tidak begitu kesulitan menembus liang vaginanya yang sempit dan basah. Dewi tampak menggigit bibir bawahnya dan tangannya meremas pinggangku. Aku sempat berpikir mungkin Dewi merasa kesakitan akibat perbuatanku, gerakanku kuhentikan sejenak.
“Sakit sayang…?” tanyaku. Dewi menggeleng perlahan.
“Enak sayang….?” kataku lagi. Dewi hanya mengangguk sambil tersenyum. Sedikit demi sedikit kupercepat gerakanku, vagina Dewi terasa makin basah dan gerakan penisku terasa mulai lancar.

Setelah merasakan persetubuhan yang ganas dengan Tante Anis, persetubuhan dengan Dewi terasa begitu lembut dan indah. Kontras sekali bedanya, namun kedua-duanya sama-sama memiliki kenikmatannya yang khas sehingga sulit untuk mengatakan mana yang lebih enak. Kubelai rambut Dewi dan kucumbu bibirnya dengan hangat, kami sungguh menikmati persetubuhan yang indah ini. Sesekali aku melepaskan diri dan meminta Dewi untuk bergantian di posisi atas. Diapun melakukannya dengan lembut namun penuh energi, digerak-gerakkannya pinggulnya maju mundur dengan berirama dan penuh tenaga sementara aku meremas-remas buah dadanya yang indah. Aku rasakan dinding-dinding vaginanya begitu kuat mencengkeram penisku sehingga membuatku makin terangsang. Sementara itu gerakan pinggul Dewi makin cepat dan desahannya makin kuat serta tidak beraturan. Dewi mulai sulit mengontrol gerakannya sendiri….
“Oohh… mmhh….mmhh… uuhh..” tampaknya Dewi mulai dekat menuju orgasme.
“Ahh… Doni… mmhh… Dewi di bawah aja ya… Dewi takut keluar duluan…..”
“Nggak apa-apa sayang, keluarin aja….”
“Enggak ah… Dewi mau keluar barengan sama Doni….” Akhirnya Dewi kembali berbaring disebelahku. Aku langsung mengambil posisi diantara selangkangan Dewi dan kembali membenamkan penisku ke dalam vaginanya. Di posisi ini tampaknya Dewi lebih bisa mengatur nafsunya sehingga desahannya kembali teratur seirama dorongan penisku. Kami kembali bercumbu dengan hangat sambil tanganku meremas-remas buah dadanya dan pinggulku turun-naik sehingga kedua tubuh kamipun mulai dibasahi oleh peluh.

Sekarang giliranku mulai merasakan dorongan kenikmatan orgasme mulai menjalari seluruh tubuhku. Rasanya tidak lama lagi pertahananku akan bobol. Gerakanku makin kuat dan Dewi juga merasakannya sehingga diapun mulai agak mengganas. Aku mulai melepaskan bibirku dari bibirnya dan mulai mengatur posisi agar bisa menancapkan penisku dengan maksimal ke dalam vagina Dewi. Rasanya tidak lama lagi kami berdua akan sampai ke puncak kenikmatan….
“Dewi… aku udah mau keluar sayaang…. mmh…. sshh… sshh… mmhh…” aku mencoba sekuat tenaga mengontrol orgasmeku agar bisa bertahan sedikit lagi.
“Dewi juga mau keluar sayang… adduhh… penis kamu tambah besar… Dewi nggak tahan lagi… mmhh… aaah……mmhh…” Gerakan kami berdua makin cepat dan makin ganas, akhirnya….
“Aahh…. Donii….. mmhh…. aahh…. Dewi nggak tahan lagi sayang… aahh… aahh…!”
“Dewiii…. aduuh….. Donii keluaar………… aahh…!” Tubuh kami menggelinjang dan bergetar hebat dalam sebuah orgasme bersama yang indah, akhirnya kami berpelukan lemas. Setelah beberapa saat kami berpelukan, aku kembali mencumbu Dewi dengan lembut. Kemudian aku merebahkan diriku di sampingnya, kami diam dan saling berpandangan. “Wow… keren…. hebat….” tiba-tiba kudengar Tante Anis bertepuk tangan memberi “applaus” untuk persetubuhan kami yang cukup lama dan menggairahkan. Kami berdua cuma tersenyum saja, sudah terlalu lelah untuk berkomentar.

Mungkin lebih dari setengah jam aku dan Dewi saling bergumul sebelum akhirnya kami tenggelam dalam kenikmatan orgasme. Tampak Dewi tergolek kelelahan disampingku, dia hanya sebentar menoleh tersenyum penuh arti ke Tante Anis lalu kembali memejamkan matanya. Sementara itu sisa-sisa spermaku tampak mulai menetes dari celah vagina Dewi meskipun tidak sebanyak Tante Anis. Akupun hanya bisa terbaring lemas, penisku tampak tak berdaya. Tiba-tiba aku merasa sangat haus dan lapar. Aku bangkit lalu mengambil sekaleng bir dan menyantap sebungkus roti untuk mengembalikan tenagaku yang nyaris terkuras habis oleh dua wanita bersuami ini.
“Nanti kalau sudah siap, giliran tante lagi ya… melihat kalian ML tante jadi kepengen lagi lho…. Doni masih kuat khan…?”
“Ok tante,…. Doni masih kuat kok… liat nih… sebentar juga bangun lagi…” kataku menanggapi tantangan Tante Anis. Kutunjukkan pada Tante Anis penisku yang perlahan-lahan mulai agak membesar. Melihat aku mulai segar lagi Tante Anis merebahkan aku ke tempat tidur di samping Dewi yang masih tergolek kelelahan. Tanpa merasa perlu membersihkan penisku dari sisa-sisa persetubuhanku dengan Dewi, Tante Anis langsung mengulum dan mengkocok-kocok penisku hingga perlahan-lahan kembali mengeras dengan sempurna.

Begitu melihat penisku kembali berdiri sempurna langsung Tante Anis mengambil posisi jongkok dan memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Seperti sebelumnya, dengan ganas Tante Anis menggerak-gerakkan pinggulnya sambil mulutnya terus berdesah-desah merasakan nikmat. Dewi yang terbaring disampingku lalu membuka mata dan menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan kami,
“Ah.. keterlaluan deh Teh Anis ini, si Doni belum sempat istirahat udah diembat lagi…. nggak kasian sama anak orang…” Tante Anis cuma tertawa kecil dan meneruskan goyangan mautnya. Tak berapa lama kemudian Tante Anis melepaskan penisku dari vaginanya dan meminta aku untuk berganti posisi, dia ingin ditusuk dari arah belakang.
“Doni… tante kepengen kamu masukin dari belakang ya…?” Tante Anis lalu mengambil posisi menungging di sebelah Dewi sambil tangannya meraba-raba payudara Dewi sambil sesekali lidahnya menjilati putingnya. Sementara itu aku langsung memasukkan penisku lagi ke dalam vagina Tante Anis yang sudah merah merekah dari belakang. Merasakan apa yang dilakukan Tante Anis pada mulanya Dewi tampak risih, mungkin dia belum pernah dengan sesama wanita, tapi lama kelamaan dia membiarkan Tante Anis melakukan aksinya bahkan tampaknya Dewi mulai menikmati ulah tangan dan lidah Tante Anis.

Aku juga tidak tinggal diam, sambil penisku keluar masuk di vagina Tante Anis tanganku mulai meraba vagina Dewi sehingga membuatnya makin terangsang. Kemudian Dewi membuka kedua pahanya lebih lebar agar jari-jari tanganku lebih leluasa masuk ke dalam vaginanya. Sementara itu pinggul Tante Anis mulai bergerak tak teratur dan desahannya makin keras.
“Aaah… mmhh… mmhh…. mmhh….” Aku tahu sebentar lagi Tante Anis akan mencapai orgasmenya yang keempat. Kupercepat gerakanku dan Tante Anispun makin tak terkontrol.
“Donii…. aahh…. tusuk yang kuat sayaang…. iya… yang kuat sayang… teruss… teruss… tusuk yang dalam…. tusuk sampai ujung sayang… aahh… tantee keluar lagii……… aaghh…” Tante Anis mengejang keras dan menyentakkan pantatnya ke arahku sehingga penisku masuk makin dalam. Kutarik paha Tante Anis ke arahku dengan maksud supaya dia makin merasakan kenikmatan orgasmenya. Setelah beberapa saat akhirnya Tante Anis terkulai lemas dan peniskupun terlepas dari vaginanya. Melihat penisku masih berdiri tegang, Dewi langsung mengerti apa yang harus dilakukannya. Dia mengambil alih posisi Tante Anis dengan menungging di depanku. Dengan perlahan kubuka belahan vagina Dewi dan kumasukkan penisku ke dalamnya. Dewipun mendesah menahan nikmat saat penisku meluncur ke dalam vaginanya yang hangat dan basah.

Sementara penisku di dalam vaginanya, kedua tanganku mulai meraba-raba buah dadanya yang indah. Dewi tampak sangat menikmatinya sehingga pinggulnya mulai bergerak-gerak. Setelah beberapa menit berlalu, Dewi tampak mulai kelelahan dengan posisi “doggy-style”. Dewi memintaku untuk melepaskan penis dan diapun kembali menelentangkan dirinya pasrah dengan kedua pahanya terbuka lebar-lebar seolah mengundangku untuk segera membenamkan penisku kembali. Dan akupun menanggapi undangannya dengan senang hati. Tanpa banyak basa-basi langsung kumasukkan penisku ke dalam liang vagina Dewi yang belum sempat dibersihkan dari lendir sisa-sisa persetubuhan kami sebelumnya. Dewi sendiri sekarang sudah mulai berani mengungkapkan gejolak nafsunya terang-terangan, dia mulai berani menggerakkan pinggulnya dengan ganas dan mendesah-desah dengan kuat. Rasanya Dewi yang sekarang tidak kalah ganas dengan Tante Anis.

Ini sungguh kejutan bagiku, aku tidak siap menghadapi keganasan Dewi yang nyaris tiba-tiba. Hal itu membuat aku nyaris kehilangan kontrol dan hampir mencapai orgasme. Tapi aku tidak ingin mengalaminya sendiri, aku ingin Dewi juga bisa merasakannya padahal saat itu kurasakan kondisi Dewi masih stabil dan belum mendekati orgasme. Sekuat tenaga aku berusaha mengontrol nafasku untuk menghambat datangnya orgasme. Tapi rasanya tidak banyak membantu, goyangan Dewi yang ganas membuat orgasmeku terasa makin mendekat. Akhirnya kuputuskan untuk meremas buah dada dan mempermainkan klitorisnya supaya Dewi juga cepat terangsang. Ternyata cara ini efektif, dalam waktu singkat gerakan pinggul Dewi menjadi makin kuat dan mulai tidak beraturan, desahan dan lenguhannya juga semakin keras. Aku tahu Dewi juga sudah kehilangan kontrol dan mulai mendekati puncak orgasme…. “Dewi sudah mau keluar ya…….?” tanyaku.
“Hhmm… iya sayang… adduhh… sebentar lagi Dewi keluar…. barengan ya sayang….sepertinya penis Doni juga udah makin besar… mmhh… enak banget….. vagina Dewi terasa penuh…. mmhh…. aahh….. fuck me honey….fuck me hard… aahh…. aahh….” Begitu kurasakan Dewi hampir mencapai orgasme langsung kupercepat gerakanku, kulepaskan tanganku dari klitoris dan buah dadanya sambil mencari posisi yang nyaman untuk melakukan tusukan akhir yang dalam dan nikmat. Dan akhirnya…
“Dewi…. aku nggak tahan lagi… keluarin bareng sekarang yukk……”
“Iya sayang…. Dewi juga…. aahh… adduhh…. tusuk yang kuat sayang… fuck me…… yess… aahh…uuhh… Dewi keluar lagi….aahh…… aagh…!!”
“Oohh…. Dewi…. mmhh Doni juga keluaarr…… aagh…!” Akhirnya kami kembali orgasme bersamaan.

Orgasme kali ini sungguh-sungguh menguras energiku, aku tidak tahu apakah aku masih sanggup kalau Tante Anis minta lagi. Tapi kulihat Tante Anis juga sudah kelelahan setelah empat kali orgasme hebat yang dialaminya sehingga kami akhirnya memutuskan untuk beristirahat saja. Kami bertiga tidur saling bepelukan tanpa busana dan hanya ditutupi selimut. Pagi itu aku terbangun, sayup-sayup kudengar suara adzan subuh. Tapi aku merasakan ada sesuatu yang aneh. Ah… ternyata Tante Anis sudah bangun lebih dulu dan dia sedang asyik mengulum penisku. “Aduh… tante… pagi-pagi udah sarapan pisang…” kataku sambil tertawa.
“Hmm.. sorry ya Don,… tante tadi bangun duluan terus tante nggak tahan liat penis kamu. Tante langsung ngebayangin kayaknya enak banget kalau subuh-subuh gini ML lagi dengan Doni… nggak apa-apa khan…?” Kulihat penisku sudah berdiri tegak akibat ulah Tante Anis. Tampaknya Tante Anis sudah sangat bernafsu, nafasnya memburu tak teratur dan pandangan matanya menunjukkan dirinya sedang berada pada puncak birahinya.

Sementara itu Dewi tampak masih tergeletak pulas disampingku.
“Doni sayang… tante pengen ngerasain penis kamu lagi yaa…. soalnya sebentar lagi khan kita pisah… jadi sekarang tante pengen ML lagi dengan Doni… mau khan…?”
“Masukin aja tante… Doni juga suka ML dengan tante….pokoknya hari ini Doni mau ML sampai kita bener-bener udah nggak kuat lagi…. tante mau khan?”
“Hm…. dengan senang hati sayang….. ssttt… jangan keras-keras nanti si Dewi bangun. Kasihan dia masih kecapaian semalam gara-gara ML dengan kamu.” Ah… kali ini aku akan memberikan sesuatu yang lain untuk Tante Anis. Aku akan membuatnya mengalami orgasme berkali-kali tanpa sempat istirahat. Aku rasa ini tidak terlau sulit karena tampaknya Tante Anis tipe wanita yang sangat sensitif dan mudah mengalami orgasme. Lagi pula karena semalam aku sudah tiga kali orgasme, aku yakin bisa bertahan lebih lama lagi sekarang. Kubiarkan Tante Anis menaiki diriku dan memasukkan penisku ke dalam vaginanya.

Seperti biasa dia mulai menaik-turunkan pinggulnya sehingga penisku meluncur keluar-masuk vaginanya. Dengan sengaja kusentakkan pinggulku untuk menandingi gerakannya sehingga membuatnya makin terangsang. Benar saja tidak sampai lima menit Tante Anis mulai kehilangan kontrol dan melenguh kuat, ia mengalami orgasmenya yang kelima. “Aahh… Doni…. tante keluar…. mmhh… adduuhh… aahh… aahh.. aaghh…!!”
Aku tidak memberi Tante Anis kesempatan beristirahat. Setelah tubuhnya melemas aku langsung membaringkan Tante Anis dan membuka pahanya, tanpa basa-basi aku langsung menancapkan penisku ke dalam vaginanya. Dan kali ini aku menusukkan penisku dengan kuat dan cepat. Benar saja, Tante Anis tampak kaget dan tidak siap dengan serangan tiba-tiba ini. Tidak sampai tiga menit kemudian tubuhnya mulai bergetar hebat.
“Adduhh… Doni… tante jadi pengen keluar lagi…. aahh… aahh… aahh…” Kurasakan badan Tante Anis mengejang dan kemudian lemas, ini orgasmenya yang keenam. Sementara itu penisku masih keras dan besar di dalam vaginanya. Tanpa memberinya kesempatan istirahat aku kembali menggerak-gerakkan penisku dengan kuat dan ganas.

Tante Anis yang belum sempat istirahat untuk memulihkan tenaganya, kembali tergetar oleh rangsangan orgasme yang ketujuh.
“Donni….. kamu nakal…. nanti tante bisa keluar lagi… aduuhh… mhh… aahh… mmhh…. Doni….. tante mau keluar lagii….. aduuhh… aahh….. dorong yang keras sayang… iya… tusuk yang dalam sayang… iya gitu… terus… terus…. jangan berhenti… aahh… aahh… enak sekali sayang… mmhh… tante keluar lagiii… aahh” Kembali aku tidak memberinya kesempatan istirahat, kali ini kuangkat kedua kakinya dan pantatnya kuganjal dengan bantal sehingga penisku masuk semakin dalam hingga menyentuh ujung vaginanya.

Kutusukkan penisku ke dalam vagina Tante Anis berulang-ulang dengan cepat dan kuat. Hanya berselang satu atau dua menit dari orgasme sebelumnya kembali tubuh Tante Anis bergetar hebat untuk mengalami orgasmenya yang ke delapan.
“Aahh… Donnii…. uughh…. masukin yang dalam sayang…. masukin sampai ujung…. aahh…. enak banget….. aaahh… gimana nih…. tante bisa keluar lagi…. mmhh…. aahh… aduuhh… tante keluar lagi sayang… aahh.. aahh…..” kali ini tubuhnya menggelinjang cukup lama, pinggulnya berkedut-kedut tidak beraturan, matanya terpejam rapat-rapat dan giginya terkatup menahan kenikmatan yang luar biasa…. Begitu selesai orgasme yang ke delapan, kembali aku meneruskan tusukan penisku.

Kali ini tante Anis sudah mulai merasa tidak kuat lagi, matanya memelas memintaku untuk berhenti.
“Udah dong sayang… tante capek banget…. vagina tante mulai perih sayang jangan cepet-cepet dong… sakit… udah sayang… tante istirahat dulu… sebentar aja… nanti kita lanjutin lagi… kasih kesempatan tante istirahat dulu sayang…” katanya sambil mencoba menahanku. Tapi aku tidak peduli, memang gerakanku kuperlambat supaya Tante Anis tidak merasa sakit tapi aku tetap menusukkan penisku ke dalam vaginanya. Aku sendiri sekarang mulai terangsang berat melihat pandangan sayu tanpa daya seorang wanita yang haus kenikmatan seperti Tante Anis. Setelah beberapa saat tampaknya Tante Anis mulai kehilangan rasa sakitnya dan berubah menjadi rasa nikmat kembali, dia mulai menggerak-gerakkan pinggulnya mengikuti gerakanku. Sekarang aku ubah sedikit posisiku, hanya kaki kiri Tante Anis yang kuangkat sementara kaki kanannya tergeletak di kasur dan kaki kiriku kuletakkan diatas paha kanannya. Kelihatan Tante Anis menikmati sekali posisi ini, dia mulai bergairah lagi dan gerakan pinggulnya mengganas kembali.

Tak lama kemudian iapun mengalami orgasmenya yang kesembilan… “Ahh…oohh…Doni….kamu pinter banget sih… aahh… anak nakal…. tusuk tante yang kuat sayang… aahh … aahh… tante keluar lagi…. aahh….. aahh aahh..!,” teriakannya kali begitu keras dan panjang sehingga Dewi yang tertidur kelelahan akhirnya terbangun juga. Aku menekan penisku dalam-dalam di vagina Tante Anis sambil menunggunya kembali siap.
“Udah sayang… tante udah capek… tante nggak kuat lagi sayang…. udah ya sayang… vagina tante udah kebas…… please… tante udah nggak sanggup lagi……”
“Hmm… Doni masih pengen terus tante… soalnya sebentar lagi kita pisah… Doni mau menikmati tubuh Tante Anis hari ini sampai sepuas-puasnya…” kataku sambil memulai lagi tusukan penisku.
“Ayo dong sayang….. udah dulu… kapan-kapan kita khan bisa ketemu lagi…. tante janji deh…. tapi sekarang udah dulu tante capek banget… tenaga tante udah abis….”
“Yang ini terakhir tante… Doni juga udah mau keluar kok… boleh yaa…” kataku sambil mengecup bibirnya.

Tante Anis terdiam dan berusaha menikmati permainan penisku yang terus mengganas nyaris tanpa henti. Sementara itu aku sudah merasakan diriku mulai mendekati orgasme juga, penisku terasa membesar dan memenuhi vagina Tante Anis. Tampaknya Tante Anis juga merasakan hal yang sama, iapun segera terangsang berat serta mulai mendesah-desah untuk orgasmenya yang kesepuluh.
“Ahh… Doni…. keluarin punya kamu sekarang sayaang… tusuk tante yang kuat… tante juga udah mau keluar sekarang……. aaaahhh..!!” “Ayo tante kita barengan… ini yang terakhir…. aahh Doni keluarr… aaggh…!”
“Aahh…… mmhh… tante juga keluar lagii….. adduhh maakk…enak bangeett…… aaghh…!” Akhirnya kali itu persetubuhan kami benar-benar terhenti dan kamipun berpelukan lemas. Kukecup bibir Tante Anis dan perlahan-lahan kulepaskan penisku dari dalam vaginanya. Kulihat vagina tante Anis sudah sangat merah dan Tante Anis sendiri masih memejamkan matanya kehabisan energi. Hanya sedikit saja sisa lelehan spermaku yang keluar dari vagina Tante Anis, rupanya aku sudah mulai kehabisan cadangan sperma.

Tiba-tiba keheningan kami dipecahkan oleh suara Dewi,
“Hey… kalian ML kok nggak ngajak-ngajak Dewi sih… emangnya kalian kira aku nggak pengen yaa….”
“Sudah berapa lama sih kalian main… kok kayaknya seru banget… Anis sampai basah penuh keringat gitu…,” lanjut Dewi lagi. Tante Anis hanya menoleh sejenak lalu memberi kode dengan jarinya bahwa ia mengalami 6 kali orgasme pagi itu.
“Enam kali…?? Ah gila juga… bener-bener teteh maniak ML….. Dewi baru tau….” kata Dewi melotot memandangi Tante Anis seolah tidak percaya.
“Swear… enggak juga Wi…. aku baru kali ini kok ML segila ini, gak tau nih siapa yang gila, si Doni apa gue….” kata Tante Anis membela diri sambil masih terengah-engah kelelahan.
“Dewi juga pengen dong sayang…. nggak usah enam kali kayak Teh Anis tapi Dewi pengen ML lagi pagi ini sebelum kita pisah… ya sayang….. please… aku pengen dapet kenang-kenangan yang spesial dari kamu. Ok, honey…..” Tapi tampaknya Dewi menyadari kondisiku yang masih lelah kehabisan tenaga.
“Kalau Doni masih cape, pakai tangan atau lidah juga gak masalah kok….. dari tadi aku liat Teh Anis ML dengan kamu kok kayaknya seru banget, Dewi jadi konak kepengen ngerasain juga. Please honey… jilatin punyaku seperti kemarin malam…. Dewi suka kok… jilatin terus sampai Dewi puas… pokoknya jangan berhenti sebelum aku puas yaaa…… please honey… eat my pussy…. please…” Dewi yang beberapa jam sebelumnya masih malu-malu dan pura-pura tidak mau ikutan kini terlihat mulai berani merayuku dengan genit, di bukanya pahanya dan kedua tangannya menarik bibir vaginanya ke samping sehingga lubang vaginanya yang mungil tampak jelas.

Mau tidak mau akupun kembali terangsang dan mulai melupakan kelelahanku. Aku ingin membuat Dewi mengalami orgasme berkali-kali tanpa istirahat seperti Tante Anis. Karena penisku masih lemas, kali ini aku memulainya dengan lidahku dulu. Kubaringkan Dewi di atas ranjang dan pantatnya kualasi dengan dua buah bantal supaya lidahku bisa menjangkau vaginanya dengan mudah.
“Nah… gitu sayang… jilatin vagina Dewi… hmmh… enak banget…. Dewi belum pernah orgasme pakai oral… sekarang Dewi pengen ngerasain… ayoo sayang… bikin aku terbang melayang ke bulan…. c’mon honey… lick my pussy…. mmhh… yesss… I like it… yess… make me cum honey…” Kujilati bibir dan liang vaginanya lalu kupermainkan klitoris Dewi dengan bibir dan lidahku sementara itu jari-jari tanganku masuk ke dalam liang vaginanya.

Tampaknya Dewi sangat menikmati ini, pinggulnya bergoyang-goyang perlahan serta suaranya mendesah-desah sexy sekali. Setelah beberapa menit akhirnya kuputuskan untuk meningkatkan rangsangan dengan jalan menghisap klitorisnya dengan kuat dan menjilatinya dengan cepat sehingga tubuh Dewi mulai bergetar tak beraturan. Sementara itu jari-jariku terus masuk semakin dalam sampai menyentuh g-spotnya. Ini membuat Dewi menjadi makin tak mampu mengontrol dirinya lagi, pinggulnya bergetar keras hingga akhirnya dia mengalami orgasmenya yang ketiga.
“Mmhh Doni… adduhh… Dewi nggak tahan lagi adduuhh… terus isep yang kuat… c’mon honey…. mmhh… yess…. I’m cumming…. I’m cumming…… aduh enak bangeett…. aahh… oohh…. oohh…!!” tubuh Dewi mengejang keras, giginya terkatup rapat, matanya terpejam dan tangannya mencengkeram kasur dengan kuat. Tapi aku tidak menghentikan permainanku, klitoris dan g-spotnya terus aku rangsang sampai akhirnya setelah hampir semenit berlalu tubuh Dewi yang menggelinjang mulai terkulai lemas kehabisan tenaga. Aku ingin Dewi merasakan orgasme yang terus-menerus tanpa henti seperti Tante Anis. Dewi masih tergolek lemas di tengah tempat tidur, sementara itu penisku sudah mulai menegang kembali setelah mendapatkan cukup waktu beristirahat.

Dewi yang belum sadar akan apa yang terjadi tiba-tiba kaget karena aku memasukkan penis ke dalam vaginanya yang masih berdenyut-denyut akibat orgasmenya yang terakhir.
“Aduhh… Doni sayang… kamu ganas banget sih…. Dewi masih capek nih…. istirahat dulu yaa…. please honey…” Aku tersenyum dan menggelengkan kepala perlahan sambil terus menancapkan penisku ke dalam vaginanya. Akhirnya tidak berapa lama kemudian Dewi mulai terangsang juga, dia mulai menikmati sodokan penisku dan mulai menggerak-gerakkan pinggulnya dengan ganas. Setelah beberapa menit berlalu akhirnya pertahanan Dewi mulai bobol. Ia mulai kehilangan kendali dan tubuhnya bergetar-getar merasakan orgasmenya yang ke-empat.
“Donni….. mmhh… gimana nih… Dewi bisa keluar lagi sayang……. aduhh… aahh… keluar lagi deh… aahh….. mmhh…. aahh…!” kedua tangan Dewi mencengkeram punggungku sementara itu kakinya menjepit kuat pinggulku. Aku membiarkan penisku tertancap dalam-dalam di vagina Dewi dan membiarkan dia menikmati orgasmenya. Begitu cengkeraman Dewi mulai melunak aku mulai lagi melanjutkan goyangan penisku di dalam vaginanya. Dewi tampaknya kaget setengah mati dan benar-benar tidak siap mendapat serangan beruntun ini.
“Doni… udah dulu dong sayaang… Dewi masih capek….. Dewi lemes banget sayang…. please…. gimme a break, honey….” Tapi sama seperti dengan Tante Anis sebelumnya, aku tidak ambil peduli. Aku terus menusukkan penisku ke dalam vaginanya, makin lama makin cepat… sampai akhirnya Dewi mulai terangsang lagi untuk yang kesekian kalinya dan kembali ikut bergerak aktif.

“Doni… gantian ya… Dewi pengen di atas….” Aku lalu merebahkan diriku dan membiarikan Dewi menaiki tubuhku sambil membenamkan penisku ke dalam vaginanya. Kali ini Dewi benar-benar sudah belajar banyak dari Tante Anis, gerakannya mulai ganas dan liar. Desahan-desahan kenikmatannya benar-benar membangkitkan nafsu. Akhirnya Dewi mulai mengalami puncak kenikmatan orgasmenya yang kelima, gerakannya makin liar terutama saat membenamkan penisku ke dalam vaginanya dan desahannya berubah menjadi jerit kenikmatan.
“Donii…. aahh… Dewi udah nggak tahan…uuhh… mmhh …..Dewi keluar lagi…. mmhh… yess…. I’m cumming… aahh… aahh……!!” Akhirnya pinggul Dewi menghujam keras ke bawah membuat penisku terbenam sampai ke ujung vaginanya berbarengan dengan rasa nikmat luar biasa yang menjalari tubuhnya. Dan Dewipun terkulai lemas di atas tubuhku.

Kelihatan Dewi sudah begitu lemas setelah orgasmenya yang kelima, tapi sudah kepalang tanggung. Aku sudah terangsang berat dan belum orgasme. Kubaringkan Dewi yang masih memejamkan mata, lalu perlahan-lahan kubuka pahanya dan kuarahkan penisku ke liang kenikmatannya. “Aduh… jangan sayang… uuh… sakit sayang… vagina Dewi udah mulai ngilu…. berhenti dulu yaaa… istirahat sebentar aja… nanti boleh lagi….” Dewi mencoba menolakku, tapi tubuhnya yang sudah lemah tidak kuasa menahan masuknya penisku ke dalam vaginanya. Akhirnya ia tergolek pasrah di bawah berat tubuhku yang menindihnya. Aku tidak ingin menyakiti Dewi, sebaliknya aku ingin memberinya kenikmatan. Maka aku menggerak-gerakkan pinggulku dengan hati-hati supaya penisku bergerak dengan lembut di dalam vaginanya yang sudah over-sensitif. Kalau Dewi terlihat kesakitan aku berhenti sebentar, setelah itu aku lanjutkan lagi dengan gerakan yang lembut. Sesekali kucumbu bibirnya, lalu kujilati leher dan telinganya agar nafsunya bangkit kembali sehingga akhirnya perlahan tapi pasti libido Dewi mulai naik kembali.

Ia mulai bisa merasakan kenikmatan yang diberikan penisku. Matanya mulai terpejam merasakan nikmat dan dari mulutnya yang mungil kembali keluar desahan-desahannya yang khas dan sexy. Beberapa saat kemudian tampaknya Dewi benar-benar sudah pulih, rasa sakitnya sudah tergantikan sepenuhnya dengan rasa nikmat. Ia mulai menggerakkan pinggulnya dengan ganas sehingga akupun harus mempercepat tusukan penisku untuk mengimbanginya. Aku merasakan Dewi sebentar lagi akan mencapai orgasme, dan begitu juga aku.
“Doni sayang… Dewi mau keluar lagi….. adduhh… adduhh… enak banget… mmhh… c’mon honey… fuck me harder…. yess…. aahh… masukin yang dalam sayang… adduuh… mmhh…. adduhh… Dewi keluar lagii…. mhh… aahh… I’m cumming…. aahh!”
“Ayo Dewi…. kita barengan yaa sayang……. mmhh… aahh…!!” Akhirnya aku menumpahkan sisa persediaan spermaku yang terakhir ke dalam vagina Dewi, sementara tubuh Dewi menggelinjang hebat menahan nikmat orgasmenya yang keenam.

Kali ini aku benar-benar sudah kehabisan tenaga, seandainya Tante Anis masih mau ML rasanya aku akan menyerah saja. Untunglah kami bertiga sudah benar-benar kelelahan sehingga tidak ada satupun dari kami yang berani meminta lagi. Tanpa sadar hari sudah terang dan waktu menunjukkan jam 7 pagi, setelah beristirahat sejenak kamipun akhirnya mandi bersama dan bersiap-siap meninggalkan hotel. Di perjalanan pulang masing-masing kami mulai berkomentar tentang perasaan nikmat yang kami alami…
“Doni… kamu keterlaluan, tante sampai lemes dan kaki tante sampai sekarang masih gemeteran. Veggie tante juga rasanya masih kebas… belum pernah tante orgasme sampai sepuluh kali seperti kemarin… kayaknya jatah ML sebulan habis dalam semalem deh….”
“Iya nih… Dewi juga sampai teler banget, tega banget sih kamu sayang… kayak besok kita nggak bisa ketemu lagi aja….! But anyway thanks ya… Dewi belum pernah ML senikmat ini… I feel great…. kapan-kapan Dewi mau ikutan lagi yaa…”
“Aduh… Tante Anis dan Dewi juga nggak kira-kira ganasnya, Doni sendiri juga sudah kehabisan tenaga. Untung aja tante nggak minta nambah lagi, ML yang terakhir dengan Dewi tadi bikin Doni bener-bener udah nggak kuat lagi. Tapi ngomong-ngomong kapan kita bisa ketemu lagi tante… Terus terang ini pengalaman Doni yang pertama ML dengan dua cewek cantik sekaligus dan Doni kayaknya ketagihan pengen lagi… Doni nggak bisa lupain pengalaman ini.”
“Itu gampang diatur… ini kartu nama tante, Dewi juga kerja di kantor yang sama. Nanti kapan-kapan kalau Doni pengen ketemu tinggal telpon aja, bisa kita atur waktunya. Yang jelas tante nggak mau ketemu sendirian dengan Doni, paling tidak tante akan ajak Dewi atau tambah cewek lain biar gantian Doni yang kita habisin sampe nggak bisa bangun…ha…ha…ha…”
“Atau kalau tante mau ketemu tante bisa dateng ke kolam renang hari Jumat, Doni rutin berenang di sana setiap hari Jumat….” kataku memberi alternatif. Setelah mengantarkan aku ke kolam renang untuk mengambil motor kamipun berpisah.

Tante Anis sempat berusaha menyelipkan beberapa lembar uang seratus-ribuan ke kantongku tapi aku menolaknya dengan halus. Aku tidak ingin mengganti petualangan yang bebas dan menyenangkan ini menjadi suatu profesi yang bisa mengganggu kuliah dan masa depanku. Setelah kejadian itu kami sempat beberapa kali mengadakan pertemuan dan mengulangi pesta seks, kadang di Ciater, kadang di Puncak, atau di Lembang lagi. Sekali waktu Tante Anis pernah mengajak seorang temannya lagi dan itu benar-benar membuatku kehabisan tenaga karena harus mengalami orgasme sampai delapan kali dalam semalam untuk melayani tiga orang wanita yang haus akan kenikmatan syahwat. Sayang sekali petualangan gila ini terpaksa harus berakhir setelah Tante Anis dan Dewi terlibat perselisihan akibat urusan kantor. Meskipun demikian pengalamanku bersama mereka masih terus kuingat sampai sekarang dan sering menjadi fantasi seksualku saat aku bercinta dengan istriku.
»»  READMORE...

Pesta Sex di Desa


"hhhooaahhmm,,", aku menguap sehabis bangun tidur. Mataku masih kerenyep-kerenyep sehabis bangun tidur, lalu aku meraih jam dan melihat jam berapa sekarang.
"ya ampun, udah jam segini, mampus gue", aku kaget setengah mati melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 10 pagi, padahal waktu pengambilan rapor adikku jam 10.15, makanya aku langsung loncat dari ranjang dan berlari menuju kamar mandi sambil membuka kaosku. Aku mandi cepat-cepat dan membersihkan tubuhku sintalku agar menjadi segar dan wangi. Aku keluar dari kamar mandi dan langsung mengeringkan badanku dengan handuk. Setelah kering, aku langsung memakai baju yang tersisa di lemariku yaitu kaos putih dan celana jeans. Saking terburu-buru, aku lupa memakai cd dan bh sehingga puting dan bentuk payudaraku yang bulat tercetak jelas di kaosku. Aku langsung mengunci pintu rumah, lalu menuju garasi untuk mengeluarkan mobil. Setelah mobilku keluar dari garasi dan sudah berada di depan gerbang rumah, aku keluar kembali untuk mengunci gerbang rumah, kemudian aku langsung masuk ke dalam mobil lagi dan menginjak pedal gas dalam-dalam alias ngebut.

Aku yakin bahkan Ananda Nicola pun kalah dengan caraku menyetir, belok sana belok sini untuk menghindari kendaraan lain. Aku memang gila kalau sedang menyetir dengan terburu-buru karena aku diajari oleh mantan pacarku yang kelima. Akhirnya, sampai juga di sekolah adikku yang juga dulu merupakan sekolahku. Aku langsung keluar dari mobil sambil membawa tas tanganku, lalu aku berlari kecil masuk ke dalam sekolah.
"fiuuhh,,", aku lega karena sampai pada waktunya. Aku langsung menuju ke kelas adikku sambil bernostalgia ketika aku masih SMP dulu, dimana aku masih lugu, tomboy, dan badanku masih dalam tahap berkembang. Sambil mengenang masa lalu, tak terasa sudah berada di depan pintu kelas adikku.
"tok,,tok,,tok", aku mengetuk pintu lalu membuka pintu dengan perlahan.
"yak, silakan masuk", sapa bapak yang duduk di meja guru. Spontan, aku langsung jadi pusat perhatian karena ternyata orangtua murid lainnya sudah duduk di bangku yang ada label nama anak mereka masing-masing.

"maaf, saya telat".
"oh, gak apa-apa, ini juga baru dimulai, mari, silakan duduk Bu".
"terima kasih".
"ah, enak aja, gue dipanggil ibu, emangnya gue kayak ibu-ibu apa", gumamku dalam hati. Aku langsung ditunjukkan dimana Rini duduk oleh bapak itu. Ternyata, Rini duduk di barisan depan, tepat di dekat pintu masuk. Aku langsung menuju tempat duduk Rini, disana sudah ada seorang kakek-kakek, ya kira-kira berumur 53 tahunan.
"permisi, pak".
"o, ya, silakan". Kakek itu berdiri agar aku bisa masuk ke dalam, lalu aku duduk begitu juga kakek itu.
"ya, pembagian rapor akan dimulai, orangtua dari Adam Jaya", lalu orangtua dari Adam Jaya maju ke meja guru, sementara orang tua yang lain bebas melakukan apa saja. Daripada bosan menunggu, aku mengajak ngobrol kakek yang ada disampingku.
"maaf pak,, nama anak bapak siapa ya?".
"nama anak saya Dani, nama anak Anda siapa?", tanyanya balik.
"Rini, tapi bukan anak saya".
"jadi?".

"Rini itu adik saya pak".
"sudah saya duga".
"emang kenapa pak?".
"soalnya Anda masih muda jadi gak mungkin kalau Anda seorang ibu".
"ah, bapak bisa aja".
"Dani Adiswara". Lalu kakek itu maju ke depan, sementara aku jadi sendirian lagi, aku memutuskan untuk mengutak-atik hpku, ternyata ada sms dari Rini, katanya dia sedang ada di depan sekolah bersama teman-temannya. Tak lama kemudian, kakek yang tadi duduk disebelahku selesai menerima rapor anaknya, dan dia pun keluar dari kelas sambil pamit padaku. Lama juga menunggu nama Rini karena Rini absen terakhir di kelasnya. Menit demi menit kulalui dengan kebosanan hingga akhirnya nama Rini dipanggil. Aku langsung berdiri sambil merapikan bajuku yang sangat ketat. Aku duduk di hadapan orang itu, setelah kuperhatikan dengan seksama ternyata wali kelas Rini adalah mantan wali kelasku ketika aku masih kelas 2 SMP dulu.
"pak Herman !", kataku sambil terkejut.
"maaf, apa Anda mengenal saya?", tanyanya heran.
"ya ampun, masa bapak lupa sih, ini Bunga, Pak".

"Bunga? eemmm,,".
"iya, Bunga yang dulu tomboi".
"ooh,, Bunga si bintang basket".
"iya pak, akhirnya bapak inget juga".
"maaf loh,, Bapak sampai pangling,, abis kamu berubah banget sih".
"iya dong pak,, masa Bunga jadi tomboy terus".
"sekarang kamu jadi makin cantik", komentarnya melihat aku dari ujung rambut hingga ujung kakiku terutama payudaraku. Ketika aku masih SMP dulu, aku menjadi 'objek' pak Herman, waktu itu dia suka mencubit pipiku, mengelus-elus rambutku dan kadang-kadang menepuk pantatku, tapi dia tidak melakukan pelecehan terhadapku di sekolah melainkan di rumahnya ketika waktu itu aku sering berkunjung ke rumahnya.
"oh jadi Rini itu adik kamu, pantas cantik".
"ye si bapak bisa aja, mana rapor Rini, Pak".
"oh ya, Bapak hampir lupa, ini", kata pak Herman sambil menyerahkan rapor Rini. Aku langsung membuka rapor Rini karena penasaran, selama aku melihat rapor, aku sempat menangkap pak Herman sedang menatap payudaraku yang tercetak jelas di kaosku begitu juga putingku.
"buset, nih pak guru gak berubah, tetep aje mata keranjang", komentarku dalam hati.

"nngg,, Bunga, bapak boleh tau nomer hp kamu?".
"ya bolehlah, masa gak boleh". Aku meminta hp pak Herman dan memasukkan nomerku.
"nih pak, yaudah kalo gitu, Bunga pulang dulu ya".
"kapan-kapan bapak telpon kamu ya".
"sip pak". Aku meninggalkan pak Herman sambil memperlihatkan pantatku yang bergoyang ke kanan dan kiri kepada pak Herman. Aku keluar dari kelas dan menuju keluar sekolah. Di depan gerbang sekolah, Rini sudah menanti dengan teman-temannya ada yang cewek dan ada beberapa juga yang cowok.
"gimana kak, rapor Rini,,??".
"kamu gak naik kelas,,".
"apa kak?!".
"hehe,,nggak cuma be'canda kok, rapor kamu bagus banget malah", kataku sambil menyerahkan rapor ke Rini. Rini langsung membuka dan melihat rapornya, teman-teman Rini yang cewek memperhatikan rapor Rini yang dihiasi dengan nilai 8 ke atas. Sementara 3 temannya yang cowok hanya berpura-pura melihat rapor Rini karena sebetulnya mereka mencuri-curi pandang ke arahku, entah ke putingku yang tercetak di kaosku atau wajahku.

Setelah Rini puas melihat rapornya, Rini memperkenalkan diriku ke teman-temannya.
"o ya gua lupa,, kenalin kakak gue".
"Anton".
"Dani".
"Randi". Lalu yang cewek memperkenalkan diri mereka juga.
"Ani".
"Lisa".
"wah,, bagus-bagus ya namanya,, kenalin nama kakak Bunga,".
"gimana,, kakak gue cantik banget kan??", tanya Rini kepada teman-temannya.
"iya Rin,, kakak lo cantik banget,, pantes aja lo cantik juga", komentar Ani.
"ah,, bisa aja,, yaudah Rin,, mau pulang gak??".
"mau,, temen-temen, gue pulang dulu ya". Aku dan Rini langsung menuju ke tempat parkir dan masuk ke dalam mobil, kemudian langsung pergi menjauh dari sekolah. Sampai di rumah ternyata orangtuaku sudah pulang dan menyambut kami dengan makanan yang sudah tertata rapi di meja makan. Kami sekeluarga langsung makan makanan yang sudah tersedia sambil membicarakan rapor Rini yang bagus.
"ayo pah,, mana duitnya?".
"ini,, papah kasih 500 ribu".
"wah,, asik,, tambahin lagi dong pah,,tanggung pah".
"akh, kamu, udah papah tambahin, yaudah lah,,, nih papah tambahin jadi 1 juta".
"wah,, papahku emang paling baik sedunia", kataku manja.
"oh ya Rini,, karena nilai kamu bagus, kita akan liburan ke luar negeri".
"yeey,, asiik".
"Bunga gak ikut ya pah,, males".
"yaudah, kamu jaga rumah aja". Setelah makan, aku pergi ke kamarku untuk melepas lelah. Aku terbangun ketika seseorang menggoyang tubuhku. Aku membuka mataku yang masih berat karena nyawaku belum terkumpul semua.
"kak Bunga,, bangun,,bangun,,".
"ada apa sih?", tanyaku dengan agak kesal.
"dipanggil ama papah tuh".
"iya, ntar dulu,, Rini turun duluan aja,, kakak mau cuci muka dulu".
"yaudah, Rini turun duluan". Rini keluar dari kamarku dan turun ke bawah, sementara aku masih berusaha untuk membuka mataku lebar-lebar. Setelah mataku sudah terbuka lebar, aku pergi ke kamar mandi untuk menyegarkanku. Aku turun dan menuju ruang keluarga dimana kedua orang tuaku sudah menunggu dengan koper-koper.

"loh, papah, mamah, Rini berangkat sekarang?".
"iya,,kamu jaga rumah ya..".
"ati-ati di jalan,, jangan lupa oleh-olehnya ya". Lalu mereka pergi ke bandara menggunakan taksi meninggalkan aku sendirian di rumah yang agak besar ini. Kulihat jam baru menunjukkan pukul 1 siang, aku berencana untuk pergi ke rumah temanku, tapi tiba-tiba handphoneku berbunyi.
"halo, siapa ya?".
"halo, ini pak Herman".
"ooh pak Herman, ada apa pak?".
"Bunga, kamu mau gak bapak ajak jalan-jalan?".
"jalan kemana pak?".
"ke mall,,".
"yaudah,,boleh,, tapi pake mobil Bunga ya pak".
"yaudah, bapak ke rumah kamu ya, rumah kamu masih yang dulu kan?".
"iya pak, jangan lama-lama ya pak".
"ok". Lalu aku menutup telepon, dan pergi ke kamar untuk mandi dan ganti baju. Setelah selesai mandi, aku memilih-milih baju yang akan aku pakai.
"aduh, lupa gue,, baju gue kan seksi-seksi semua,,", teriakku.
"ah, udahlah,, biarin aje tuh pak Herman ngeliat body gue..", sambungku berbicara sendiri. Aku memakai kaos yang tak berlengan dan agar tidak terlalu seksi, aku memakai cardigan untuk menutupi bagian atasku.

Dan untuk bagian bawah, aku memakai celana jeans panjang, lalu aku memakai parfum dan make-up. Hpku berbunyi lagi.
"halo Bunga", aku melihat nomer yang menelponku nomer pak Herman lagi.
"ada apa lagi pak?".
"anu, kayaknya bapak tidak jadi".
"kenapa pak?".
"tiba-tiba bapak ada rapat penting".
"oohh begitu,,".
"maaf ya Bunga".
"akh, gak apa-apa pak". Setelah aku menutup telpon, aku bingung mau kemana, kan sayang make-up yang sudah aku poles di wajahku kalau aku tidak kemana-mana.
"oh iya,, gue ke desa aja ah,,sekalian refreshing", kataku. Aku menyiapkan koper dan mengisinya dengan pakaian-pakaianku. Lalu aku mengunci semua jendela dan pintu rumah, kemudian aku langsung menaruh koper di bagasi dan memacu mobilku setelah mengunci gerbang. Dalam waktu 2 jam, aku sampai ke desa tujuanku, untungnya jalanan yang menuju rumahku sudah bagus sehingga mobilku bisa melaju sampai ke rumahku.

Di depan rumahku, ada 1 orang kakek yang sedang membersihkan di sekitar rumahku. Kakek itu bernama Mang Karyo, umurnya 62 tahun, dia menjaga rumahku yang ada di desa, tentu sesuai umurnya yang sudah lanjut, wajahnya sudah terlihat tua, badannya kurus, dan kulitnya hitam karena sering terbakar matahari. Aku memberhentikan mobilku tepat di depannya yang sedang mencabuti rumput. Dia berdiri dan memberi salam.
"pagi nyonya..", sapanya. Aku membuka kaca mobilku.
"enak aja,, nyonya,, Bunga kan belum nikah".
"eh, non Bunga toh, Mang Karyo kirain nyonya".
"Mang Karyo, Bunga masuk dulu ya", aku memasukkan mobilku ke dalam garasi dengan sangat perlahan dan hati-hati. Lalu aku turun dari mobil dan menuju ke dalam, tiba-tiba sepasang tangan meremas-remas payudaraku, membuatku kaget.
"aduh,, Mang Karyo,,", kataku manja karena aku tau orang yang ada hanya aku dan Mang Karyo.
"non Bunga makin montok aja".
"montok sih montok tapi jangan diremes-remes gini dong,,emangnya dada Bunga mie remes apa".
"yah si non Bunga kok jadi galak gini sih", katanya protes sambil menjauhkan tangannya dari payudaraku.

"bukannya gitu Mang,, Bunga kan baru nyampe,, ntar aja kalau Bunga udah mandi 'n istirahat".
"oh ya,,maaf ya non,,abis Mang Karyo udah kangen sih ama non Bunga".
"tenang aja Mang,, Bunga bakal nemenin Mang Karyo sampai minggu depan..".
"asikk!!!", teriaknya kegirangan.
"segitu girangnya..".
"ya iyalah,, siapa yang gak girang kalau ditemenin cewek cantik kayak non Bunga".
"aahh,, Mang Karyo bisa aja,, udah Mang, selagi Bunga istirahat, mendingan Mang Karyo terusin cabut rumputnya".
"ok,, tapi abis cabutin rumput,, boleh kan?".
"boleh,,boleh", jawabku sambil tersenyum. Mang Karyo pun langsung keluar untuk meneruskan aktivitasnya, sementara aku mengambil koperku yang ada di bagasi mobil dan masuk ke dalam. Aku memang sudah hampir 6 bulan lebih tidak ke rumahku yang ini karena aku selalu malas tapi kali ini selagi 2 minggu ke depan kuliahku libur, dan di rumah yang di kota tidak ada siapa-siapa, jadi aku memutuskan untuk menghirup udara desa yang masih segar.

Sudah menjadi kebiasaan kalau aku kesini, aku selalu menyerahkan tubuhku untuk dinikmati Mang Karyo. Aku ingat dia adalah orang yang memerawaniku ketika aku masih kelas 2 SMA, memang pertama kali dia memperkosaku, tapi selanjutnya aku tidak menolak untuk menyerahkan tubuhku kepadanya. Mang Karyo lah yang mengajariku semuanya tentang seks, mulai dari posisi, foreplay, dan lainnya. Penis Mang Karyo adalah penis yang pertama kali memasuki semua lubang-lubangku mulai dari vagina, anus, dan juga mulutku. Sejak saat itu, aku jadi merasa kalau tubuhku memang diciptakan untuk Mang Karyo karena penis-penis lain yang pernah mengisi vaginaku tidak bisa dibandingkan kenikmatannya apabila dibandingkan dengan rasa nikmat ketika penis Mang Karyo mengisi vaginaku. Setelah beristirahat sejenak, aku mandi agar badanku benar-benar terasa segar. Karena aku pikir di rumah hanya ada aku dan Mang Karyo yang sudah sering melihat tubuhku, aku memutuskan untuk tidak memakai apa-apa setelah keluar dari kamar mandi.

Setelah aku mengeringkan tubuhku dengan handuk, aku menuju ke ruang keluarga untuk menonton tv. Tak lama kemudian Mang Karyo masuk ke dalam, dan langsung menuju aku yang sedang menonton tv.
"waduh, non Bunga kok nonton tvnya gak pake baju".
"enak Mang,,lebih adem".
"alah, non Bunga ada-ada aja".
"udah nyabutin rumputnya Mang? Kok cepet banget sih?".
"iya, Mang cepet-cepet nyabutin rumputnya, abis udah gak sabar pengen ngerasain memek non Bunga".
"udah Mang Karyo minum dulu sana, ntar baru deh,,".
"ok non". Lalu dia pergi ke belakang untuk membuat minuman, tak lama kemudian Mang Karyo kembali lagi sambil memegang minuman. Dia berdiri di depan televisi.
"non Bunga,, kayaknya kalau diliat-liat,,toket non Bunga jadi tambah gede deh..", komentar Mang Karyo.
"wuih,, iya dong!!".
"jangan-jangan non Bunga disuntik...emm..apa tuh namanya?".
"suntik silikon??".
"nah iya,, itu maksud Mang".
"yee,,enak aja,,ini asli kok,, pegang aja kalo gak percaya", kataku menggodanya. 
"Mang Karyo, langsung aja yuk,, udah gak tahan nih".
"wah, non Bunga udah kangen ya ama kontol Mang Karyo".
"iya nih, makanya cepetan dong". Mang Karyo langsung melebarkan kedua pahaku, lalu secara perlahan dia memasukkan penisnya itu ke dalam vaginaku, penisnya yang berurat bergesekan dengan dinding vaginaku ketika senti demi senti penis Mang Karyo memasuki liang vaginaku.
"mmhhh,,", desahku. Akhirnya, penis Mang Karyo sudah berada di dalam vaginaku. Dari dulu aku sudah menduga kalau vaginaku memang diciptakan untuk menerima penis Mang Karyo karena vaginaku terasa penuh tapi sama sekali tidak terasa perih. Mang Karyo mulai menggerakkan pinggulnya, sementara aku melingkarkan kakiku di pinggangnya. Mang Karyo sengaja menggenjotku dengan perlahan, dia membiarkanku terbiasa menerima penisnya di dalam vaginaku yang sudah 6 bulan tidak dimasuki penis Mang Karyo yang 'wow' itu.

"aahh,,uummhh,,oohh", erangku menerima penis Mang Karyo yang keluar masuk vaginaku dengan sangat perlahan seolah Mang Karyo ingin benar-benar merasakan betapa hangat dan sempitnya liang vaginaku. Tentu saja selama memompa penisnya, Mang Karyo melumat habis bibir dan kedua buah payudaraku sehingga bibir dan payudaraku berlumuran air liurnya. Sekarang yang terdengar hanyalah desahan-desahan yang keluar dari mulutku. Orgasmeku yang ketiga sudah di ambang batas ketika setelah 5 menit Mang Karyo menyarangkan penisnya di dalam vaginaku, dan akhirnya aku mendapatkan orgasmeku yang ketiga, tentu saja cairanku tertahan oleh penis Mang Karyo yang mengisi liang vaginaku. Mang Karyo diam sejenak, sambil terus melumat bibirku.
"non Bunga, ganti posisi yuk". Aku hanya mengangguk lemah karena tenagaku belum terkumpul setelah orgasmeku yang ketiga tadi, dia mencabut penisnya dari vaginaku dan menyodorkan ke mulutku, aku langsung menjilati batang Mang Karyo yang berkilauan karena berlumuran cairanku sendiri.

Setelah cairanku yang ada di penis habis kujilati sendiri, Mang Karyo langsung tiduran, dan aku menaiki penisnya kemudian aku mulai menurunkan tubuhku sambil membimbing penisnya masuk ke dalam vaginaku. Aku mulai menggerakkan tubuhku naik dan turun, Mang Karyo mendorong tubuhnya ke atas sehingga penisnya sangat terasa masuk ke dalam vaginaku membuat sensasi yang kurasakan menjadi lebih nikmat. Aku memajukan tubuhku agar aku bisa memberikan payudaraku untuk bisa dilumat oleh Mang Karyo. Aku mendapat orgasmeku yang keempat dalam posisi, entah karena aku yang memang gampang mencapai klimaks atau karena penis Mang Karyo yang luar biasa sehingga dalam waktu singkat aku mencapai orgasmeku yang oh my god, udah keempat kali. Aku dan Mang Karyo berhenti bergerak karena nafas kami tersengal-sengal dan tubuh kami sudah basah oleh keringat kami masing-masing. Aku menciumnya, lalu aku bangun dan mengambil posisi menungging.
"hhh,,ayo Mang lanjut,,pakee posisi favorit Mang Karyo..".
"asik,, gaya anjing kawin,, non Bunga tau aja deh,,".
"iya duuong,,udah Mang,,ayo cepetan".

Mang Karyo langsung menancapkan penisnya ke vaginaku dengan kencang hingga terasa mentok di dalam vaginaku. Lalu aku bertumpu pada kedua tanganku, dan Mang Karyo mulai menggenjot vaginaku tanpa ampun karena dia memompa vaginaku dengan cepat dan menekannya kuat-kuat ke dalam vaginaku. Anehnya, aku sangat menikmati permainan cepat Mang Karyo bahkan aku sampai berteriak.
"teeruuss Mang,, entotin Bunggaa,, jangan berhentii...hamilin Bunga,,oohhh". Seperti mendapat semangat dariku, Mang Karyo menambah kecepatan genjotannya menjadi 2 kali lipat, bahkan dia memompa vaginaku dengan cara menekan penisnya kuat-kuat ke dalam vaginaku dan menariknya hingga keluar dari vaginaku dengan sangat perlahan, cara ini terus ia lakukan hingga 10 menit ke depan.
"aawwhh,,", erangku kencang setiap kali Mang Karyo menghujamkan penisnya ke vaginaku dengan kuat. Kemudian Mang Karyo mengganti teknik menguleknya.

Kali ini Mang Karyo tetap mendorong penisnya dan mengeluarkan seperti sebelumnya, tapi setelah Mang Karyo mencabut penisnya keluar dari vaginaku, dia langsung menghujamkan batangnya ke dalam lubang anusku. Secara spontan, aku berteriak kaget karena tiba-tiba benda tumpul milik Mang Karyo menyeruak masuk ke dalam anusku tanpa permisi. Aku hampir mencapai orgasmeku yang kelima, tapi aku berusaha mati-matian menahannya agar aku bisa mencapai klimaks bersama-sama dengan Mang Karyo. 5 menit kemudian, Mang Karyo lebih memfokuskan untuk menghujamkan penisnya ke dalam vaginaku dan mempercepat irama genjotannya yang menandakan sebentar lagi kalau dia akan orgasme dalam posisi yang pertama yaitu aku di bawah dan Mang Karyo di atas.
"akkhh,,keluaarr non,,oohh", erangnya ketika Mang Karyo orgasme dan memuntahkan lahar putihnya ke dalam vaginaku, bersamaan dengan itu aku melepas orgasmeku yang kutahan-tahan dari tadi sehingga di dalam vaginaku bercampur antara cairanku dengan sperma Mang Karyo.

Mang Karyo menciumi dan menjilati wajahku, sementara aku memeluknya dengan erat, sambil menunggu Mang Karyo selesai menyemburkan spermanya. Lebih dari 5 kali, Mang Karyo menyemburkan spermanya ke dalam vaginaku. Setelah kami sudah bisa mengatur nafas kami masing-masing dan penis Mang Karyo sudah kembali ke ukuran semula, Mang Karyo mencabut penisnya dan langsung menyodorkan penisnya untuk kubersihkan, tanpa disuruh lagi, aku langsung membersihkan penis Mang Karyo sebersih mungkin hingga akhirnya kinclong kembali. Lalu, Mang Karyo tidur di sebelahku dan menghadap ke arahku, dan akupun menghadap ke arahnya.
"non Bunga emang mantep banget maennya,,".
"Mang Karyo juga,, gak berubah,, selalu bikin Bunga puas banget".
"iya dong,,Mang Karyo!!", dia berkata dengan sombongnya.
"oh ya Mang, kayaknya peju Mang Karyo banyak banget deh..".
"iya, kan udah 6 bulan lebih, si Otong gak ngeluarin isinya".
"ah, yang bener, emang Mang Karyo gak 'jajan'?".
"nggak lah non,, tar takut kena AIDS,, lagian gak ada yang secantik non".

"ah, Mang Karyo bisa aja,,".
"o ya non, non Bunga ngapain bawa baju? kan di rumah ini, non Bunga gak boleh pake baju".
"yee,,Mang Karyo gimana sih, emangnya Bunga gak mau jalan-jalan keluar,, kalau di dalam rumah sih,, udah pasti Bunga gak bakalan pake baju".
"o iya ya..".
"o ya Mang, kita kan udahan ngentotnya, mendingan kita ke rumah Mang Karyo, udah lama gak ketemu Mbok Parti".
"yaudah yuk, tapi non Bunga pake baju ya.. Tar istri Mang Karyo pingsan..hehe".
"ya iyalah, masa Bunga keluar gak pake apa-apa". Lalu aku masuk ke kamar mandi, dan Mang Karyo keluar dari kamarku. Setelah aku mandi dan berpakaian rapih, aku keluar dimana Mang Karyo yang sudah memakai bajunya menungguku.
"yuk Mang". Selama berjalan, aku disapa oleh penduduk desa yang sudah kenal denganku. Akhirnya, aku dan Mang Karyo sampai juga di rumah Mang Karyo.
"bu, bu,,", teriak Mang Karyo memanggil-manggil istrinya.
"iya,,iya,, ada apa si pak?".
"ini toh Bu, ada non Bunga,,". Lalu istri Mang Karyo sampai di hadapan kami.

"waduh, non Bunga,, apa kabar,, udah lama gak keliatan".
"iya nih mbok, hehe,, udah 6 bulan gak kesini nih..". Lalu kami mengobrol sambil duduk dan minum teh, sementara Mang Karyo mandi.
"non Bunga tambah cantik aja,,".
"ah Mbok, bisa aja,, oh ya, si Mamat mana?", aku menanyakan anak mereka yang berumur 15 tahun.
"ya lagi sekolah toh non,,".
"oh ya lupa,,hehe".
"gimana kerjaan Karyo?".
"rapih Mbok,,".
"lo gak tau aja,, suami lo kerjanya nabung peju mulu di rahim gue", kataku dalam hati. Mang Karyo keluar dengan dandanan rapi.
"bu,, bapak mau ke rumah non Bunga, tadi belum selesai kerjanya", katanya sambil melirik ke arahku.
"huu,,dasar,, bilangnya mau kerja lagi,, padahal mau ngentotin gue lagi tuh..", kataku dalam hati lagi.
"iya,, tadi ada yang belum diberesin", kataku ke Mbok Parti sambil tersenyum ke arah Mang Karyo, dan dia pun membalas tersenyum.
"yaudah,, tapi besok pulang ya pak".
"iya bu, tenang saja, yaudah bu, bapak berangkat dulu ama non Bunga".
"ya Mbok, kami berangkat dulu..".
"ati-ati di jalan ya".

Lalu kami pulang tapi kali ini, kami mengambil jalan yang lebih sepi, bahkan tidak ada orang sama sekali.
"Mang, ngapain lewat sini sih, kan jauh?".
"supaya Mang Karyo bisa grepe-grepe non Bunga".
"yee, Mang Karyo,, entar aja di rumah,, jangan disini".
"ah,, Mang Karyo udah gak tahan". Lalu Mang Karyo pun langsung berjalan di belakangku dan menyusupkan tangannya ke dalam kaosku, dan karena aku tidak memakai bh jadi Mang Karyo bisa langsung meremas-remas payudaraku.
"aduhh,, Mang Karyo,, jaangann,,". Bukannya berhenti, Mang Karyo malah memelintir kedua putingku dengan tangannya, dan dia juga mencium dan menjilati kuping kananku membuat birahiku memanjat ke ubun-ubun kepalaku dengan sangat cepat.
"Mang,,sstopp", kunaikkan nada bicaraku. Untungnya dia masih agak hormat kepadaku sehingga dia menghentikan aktivitasnya.
"kenapa non, kok marah?".
"siapa yang marah..".
"oo jadi non mau diterusin nih digrepe-grepe ama Mang Karyo?".
"eh, bukan gitu maksud Bunga".

"jadi, gimana?", tanya Mang Karyo sambil tangannya tetap memegangi kedua buah payudaraku.
"maksud Bunga tuh, dilanjutin di rumah aja,, kan lebih bebas..".
"tapi, Mang Karyo boleh kan ngentotin non Bunga terus-terusan sampe besok?".
"ya elah Mang, kayak baru kenal Bunga aja. Ya boleh lah, pokonya ampe Mang Karyo gak bisa ngaceng lagi".
"bener ya?".
"suer deh,,".
"asik,,".
"asik si asik, tapi lepasin dulu tangan Mang Karyo, masa toket Bunga dipegangin terus".
"hehe,, maaf non,, abisnya toket non Bunga kenyel banget sih, jadi enak meganginnya".
"yaudah, sekarang lepasin, abis itu, di rumah, Mang Karyo bisa megangin toket Bunga seharian". Lalu Mang Karyo mengeluarkan tangannya, dan aku merapikan kaosku, kemudian kami mulai berjalan lagi sambil mengobrol.
"non Bunga, gimana kalau non Bunga jadi istri Mang Karyo aja..".
"sekarang aja, Bunga udah kayak istri kedua Mang Karyo..".
"oh iya,, ya,,betul juga.. Oh ya non, ada 1 lagi,, non Bunga emang gak takut hamil? kan Mang Karyo sering ngeluarin peju di dalam memek non..".

"gak Mang, Bunga kan udah minum obat pencegah hamil,, tapi, emang kalo Bunga hamil, Mang Karyo mau punya anak dari Bunga?".
"mau dong, kalo ibunya cakep pasti anaknya nanti juga cakep..".
"haha,, Mang Karyo bisa aja,, tar ya Mang,,kalo Bunga udah siap punya anak..rahim Bunga bakal Bunga kasih cuma buat Mang Karyo seorang". Tak terasa, kami sudah berada di depan rumah, kami bergegas masuk ke dalam rumah.
"nah, Mang Karyo, sekarang Bunga mau buka baju dulu ya,,".
"sini non,,biar Mang yang bukain..".
"yaudah,,". Aku memang sudah biasa ditelanjangi oleh Mang Karyo, jadi ketika dia membuka kaos dan celana panjangku aku tidak canggung lagi.
"sekarang Bunga kan udah telanjang,, gantian ya,, Bunga yang buka baju Mang Karyo".
"ok non, dengan senang hati". Lalu aku mulai menelanjangi Mang Karyo, tentu saja selama aku sibuk membuka pakaian Mang Karyo, dia juga sibuk meremas-remas pantat kenyalku, dan memasukkan satu jarinya ke dalam anusku.

Tak lama kemudian, Mang Karyo sudah telanjang dan kami pun saling berciuman sehingga tubuh putih mulusku yang sangat kontras dengan tubuh hitam Mang Karyo bersatu dalam luapan birahi dan luapan cinta. Dengan ciuman itu, aku sudah resmi menjadi budak seks Mang Karyo untuk seminggu ke depan. Dan Mang Karyo pun tak menyia-nyiakan kesempatan emas yang kuberikan, dia menyetubuhiku selama 30 menit dan berhenti 30 menit untuk istirahat, begitu seterusnya hingga malam hari. Selama beristirahat, kami makan, bercanda, mengobrol, dan lain-lain. Entah darimana, Mang Karyo mempunyai energi yang luar biasa itu. Mungkin kalau aku tidak minum obat anti hamil pasti besok aku sudah mengandung anak dari Mang Karyo karena entah sudah berapa trilyun sperma Mang Karyo yang berenang-renang di rahimku. Akhirnya Mang Karyo ngantuk juga dan memutuskan untuk tidur. Aku senang sekali karena tubuhku seperti sudah remuk mengalami berpuluh kali orgasme. Aku melihat ke arah jam.
"buset,, udah jam 2 pagi,, Mang Karyo emang hebat banget udah kayak Superman,, mendingan tidur aja ah,, supaya besok bisa muasin Mang Karyo,, suami gelapku", kataku dalam hati sambil tersenyum ke wajah Mang Karyo yang ada di hadapanku. Tiba-tiba, Mang Karyo membuka matanya lagi.
"ada apa non? belum tidur?".
"cium Bunga dulu dong,,katanya Mang Karyo nganggep Bunga istri..".
"oh ya,,nih Mang cium deh,,non Bungaku tersayang", katanya sambil mencium bibir lembutku.
"nah, gitu dong,, baru kayak suami istri,, yaudah Mang, kita tidur yuk,,besok kita lanjutin lagi maen suami-istrinya".
"ok non,,", lalu kami saling berpelukan dan kemudian menutup mata untuk menghadapi esok hari.
»»  READMORE...